Adiyono, Banyuwangi - Jawa Timur
Adiyono, Banyuwangi - East Java
Berani Mengajak Orang Lain Bertani Setelah Sukses
Dare to Invite Others to Farm After Success
Adiyono telah mengenal dunia pertanian sejak kecil. Orang tuanya kerap mengajaknya ke ladang, hingga akhirnya ia mulai bertani secara mandiri di usia 25 tahun. Kini, setelah lebih dari satu dekade, ia telah sukses mengelola lahan pertanian yang luas. Adapun lokasi lahannya terletak di Kp. Rokem RT 003 RW 001 Ds Kandang Kecamatan Kapongan, Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur.
Adiyono has known the world of agriculture since childhood. His parents often took him to the fields, until finally he started farming independently at the age of 25. Now, after more than a decade, he has successfully managed a large farmland. The location of the land is located in Kp. Rokem RT 003 RW 001 Ds Kandang Kapongan District, Banyuwangi Regency, East Java.
Awalnya, ia hanya memiliki lahan seluas 2.500 meter persegi. Berkat ketekunannya, kini lahannya telah berkembang menjadi 2 hektar. Berbagai komoditas ia kebunkan, seperti cabai, tomat, terung, dan mentimun. Dari berbagai komoditas tersebut, cabailah yang paling menguntunkan. Ketika harga jual cabai mencapai Rp 60.000 per kilogram, omzetnya mampu menyentuh Rp 200 juta per musim tanam.
Initially, he only had an area of 2,500 square meters. Thanks to his perseverance, now his land has grown to 2 hectares. He cultivates various commodities, such as chili, tomatoes, eggplants, and cucumbers. Of these various commodities, chili is the most demanding. When the selling price of chili reaches Rp 60,000 per kilogram, the turnover is able to touch Rp 200 million per planting season.
Perjalanan Adiyono dalam bertani bukan tanpa hambatan. Fluktuasi harga cabai dan serangan penyakti kerap menghantui usahanya. Namun, berkat ketekunan dan kerja keras, Adiyono telah mereguk manisnya usaha cabai. Mobil, lahan, dan dua ekor sapi kini telah ia kantongi. Bukan hanya materi, ternyata kepuasan terbesar bagi Adiyono dalam bertani adalah bisa membantu keluarganya. Ia ingin membuktikan bahwa bertani adalah profesi yang menjanjikan. Dengan keberhasilannya, ia mampu menginspirasi saudara dan menantunya agar mau terjun ke dunia pertanian. “Kita harus bisa menunjukkan hasil nyata dulu, baru mengajak orang lain ikut bertani,” ujarnya.
Adiyono's journey in farming is not without obstacles. Fluctuations in chili prices and attacks often haunt his business. However, thanks to perseverance and hard work, Adiyono has tasted the sweetness of the chili business. He now has a car, land, and two cows. Not only material, it turns out that the biggest satisfaction for Adiyono in farming is being able to help his family. He wanted to prove that farming is a promising profession. With his success, he was able to inspire his brothers and daughters-in-law to want to enter the world of agriculture. "We must be able to show real results first, then invite others to participate in farming," he said.
Quote
Bagi Adiyono bertani adalah profesi yang menjanjikan.
For Adiyono, farming is a promising profession.
Agus Yulianto, Magetan - Jawa Timur
Agus Yulianto, Magetan - East Java
Pulang Merantau dari Malaysia untuk Fokus Bertani
Returning from Malaysia to Focus on Farming
Agus Yulianto, seorang petani dari Magetan, mulai mengenal dunia pertanian sejak kecil dengan membantu orang tuanya. Namun, ia baru terjun secara mandiri sebagai petani pada 2016 silam. Tidak berfokus pada satu komoditas, melainkan Agus menanam cabai, tomat, dan bawang di lahan seluas 1,5 hektare di Plumpung, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Agus Yulianto, a farmer from Magetan, began to get to know the world of agriculture since childhood by helping his parents. However, he only entered independently as a farmer in 2016. Instead of focusing on one commodity, Agus planted chili, tomatoes, and onions on an area of 1.5 hectares in Plumpung, Plaosan District, Magetan Regency, East Java.
Perjalanan usaha taninya tidak selalu mudah. Pada 2013—2014, ia tidak bisa fokus bertani karena harus merantau ke Malaysia. Fluktuasi harga jual hortikultura di Indonesia menjadi penyebabnya. Namun setelah dua tahun berselang, Agus membulatkan tekad untuk sepenuhnya menekuni bisnis di bidang pertanian. Berkat kerja kerasnya, pada 2019 ia berhasil menanam 5.000 batang cabai dengan pendapatan rata-rata mencapai 200 juta rupiah per musim tanam. Kala itu harga jual cabai berkisar Rp35.000–Rp50.000 per kg. Kesuksesan pun menghampiri Agus. Kini di rumahnya yang baru, telah terparkir mobil. Tak hanya itu, Agus pun telah memperluas usahanya dengan membuka usaha persemaian benih.
His farming journey is not always easy. In 2013-2014, he could not focus on farming because he had to migrate to Malaysia. Fluctuations in the selling price of horticulture in Indonesia are the cause. However, after two years, Agus made up his mind to fully pursue a business in the agricultural sector. Thanks to his hard work, in 2019 he managed to plant 5,000 chili stalks with an average income of 200 million rupiah per planting season. At that time, the selling price of chili peppers ranged from IDR 35,000 to IDR 50,000 per kg. Success also came to Agus. Now in his new house, a car has been parked. Not only that, Agus has also expanded his business by opening a seed nursery business.
Kesuksesan memang tidak semata dilihat dari segi materi. Pun demikian dengan Agus. Kebahagiaannya justru terbit ketika ia mampu berbagi ilmu dan pengalaman bertaninya dengan masyarakat sekitar. "Memberikan edukasi pertanian kepada tetangga dan petani lain memberikan saya kepuasan batin yang tak ternilai," pungkas Agus mata berbinar.
Success is not only seen in terms of material. The same goes for Agus. His happiness actually arises when he is able to share his farming knowledge and experience with the surrounding community. "Providing agricultural education to other neighbors and farmers gives me invaluable inner satisfaction," concluded Agus with sparkling eyes.
Quote
Agus sempat merantau ke Malaysia, sebelum akhirnya fokus pada usaha taninya.
Agus had migrated to Malaysia, before finally focusing on his farming business.
Andrianto, Lampung
Setelah Sukses Bertanam Jagung, Kini Membina 100 Petani Lainnya
After Successfully Planting Corn, Now Fostering 100 Other Farmers
Andrianto, seorang petani asal Lampung, memulai perjalanan bertaninya pada usia 21 tahun pada tahun 2011. Ketertarikannya pada jagung dipicu oleh lingkungan sekitarnya; teman-teman yang sukses menanam jagung Bonanza menginspirasinya untuk mencoba. Awalnya ia mengelola lahan seluas 1.800 meter persegi, namun kini ia telah memperluasnya menjadi satu hektar, dengan hasil panen mencapai 12 ton per hektar.
Andrianto, a farmer from Lampung, started his farming journey at the age of 21 in 2011. His interest in corn was fueled by the surrounding environment; friends who successfully grew Bonanza corn inspired him to give it a try. Initially he managed 1,800 square meters of land, but now he has expanded it to one hectare, with a yield of 12 tons per hectare.
Harga jual jagung yang fluktuatif, sekitar Rp4.500 per kilogram, menjadi tantangan tersendiri. Meski begitu, Andrianto terus gigih mengelola usahanya, menjual hasil panen langsung ke pengepul di Serang, Banten. Ia pernah mengalami masa sulit pada 2017 ketika gagal panen hingga menyebabkan kerugian besar. Namun dengan semangat pantang menyerah, ia kembali bangkit melalui pinjaman modal untuk memulai dari awal.
The fluctuating selling price of corn, around Rp4,500 per kilogram, is a challenge in itself. Even so, Andrianto continues to persistently manage his business, selling his crops directly to collectors in Serang, Banten. He had a difficult time in 2017 when he failed to harvest and caused huge losses. But with the spirit of never giving up, he rose again through capital loans to start from scratch.
Berkat konsistensi dan keuletannya, Andrianto tak hanya mampu membangun rumah bernilai seratus juta rupiah pada 2015, tetapi ia juga bisa membeli 4 ekor sapi dan 20 ekor kambing. Kesuksesan Andrianto pun tidak hanya sebatas materi saja. Kini ia membina 100 petani lainnya dengan menyuplai benih dan pupuk. "Kunci sukses bertani terletak pada keberanian untuk memulai kembali meskipun pernah gagal, di samping juga harus tetap konsisten," demikian ungkap Andrianto.
Thanks to his consistency and tenacity, Andrianto was not only able to build a house worth one hundred million rupiah in 2015, but he was also able to buy 4 cows and 20 goats. Andrianto's success is not only limited to material. Now he is fostering another 100 farmers by supplying seeds and fertilizers. "The key to successful farming lies in the courage to start again even if it has failed, in addition to remaining consistent," said Andrianto.
Quote
Meskipun pernah gagal, harus kembali bangkit untuk memulai usaha tani lagi.
Even though he had failed, he had to get back up to start farming again.
Bambang Iswanto, Demak - Jawa Tengah
Bambang Iswanto, Demak - Central Java
Rumah dan Tiga Ekor Sapi adalah Buah Manis dari Bertani
House and Three Cows are the Sweet Fruit of Farming
Dunia pertanian tidak asing bagi Bambang Iswanto. Sejak usia 21 tahun, ia telah akrab dengan berbagai komoditas pertanian. Awalnya, ia terjun ke bidang ini karena sulitnya mencari pekerjaan. Padahal, keluarganya jutru memiliki lahan yang belum dimaksimalkan. Kini, pada tahun 2025, ia telah menjalani profesi ini selama empat tahun.
The world of agriculture is no stranger to Bambang Iswanto. Since the age of 21, he has been familiar with various agricultural commodities. Initially, he entered this field because of the difficulty of finding a job. In fact, his family actually owns land that has not been maximized. Now, in 2025, he has been in this profession for four years.
Awalnya, Bambang hanya menggarap lahan seluas 2.100 meter persegi. Lahan garapannya kian meluas, hingga kini mencapai 8.500 meter persegi. Komoditas utama yang dikebunkan adalah cabai, bawang merah, dan padi. Hasil panennya meningkat, dari 30 kg menjadi 2 ton dalam sekali panen. Seperti karakter hasil pertanian pada umumnya, harga jual hasil panen yang ditanam Bambang juga berfluktuasi, berkisar antara Rp20.000 hingga Rp35.000 per kilogram.
Initially, Bambang only worked on an area of 2,100 square meters. The cultivated land is increasingly expanding, until now it has reached 8,500 square meters. The main commodities planted are chili, onion, and rice. The yield increased, from 30 kg to 2 tons in one harvest. Like the character of agricultural products in general, the selling price of the crops planted by Bambang also fluctuates, ranging from Rp20,000 to Rp35,000 per kilogram.
Perjalanan usaha pertanian Bambang tidak lah mulus. Ia masih ingat ketika banjir bandang menyambangi lahannya akibat sungai yang meluap. Jiwa bisnis Bambang di sini diuji. Namun, ia tetap setia dengan bisnis pertaniannya. Ketekunannya dalam mengelola bisnis pertanian selama lima tahun pun kini telah membuahkan hasil. "Alhamdulillah, dari hasil pertanian sekarang saya telah berhasil membangun rumah serta membeli tiga ekor kerbau untuk dijadikan tabungan," papar Bambang. Bagi Bambang, kunci sukses bertani adalah pengelolaan lahan yang baik, penggunaan benih unggul, pemupukan yang tepat, serta pengendalian hama dan yang efektif.
Bambang's agricultural business journey has not been smooth. He still remembers when flash floods visited his land due to overflowing rivers. Bambang's business spirit here is tested. However, he remained loyal to his farming business. His diligence in managing the agricultural business for five years has now borne fruit. "Alhamdulillah, from agricultural products now I have succeeded in building a house and buying three buffaloes to use as savings," said Bambang. For Bambang, the key to successful farming is good land management, the use of superior seeds, proper fertilization, and effective pest control.
Quite
Squirt
Kunci sukses bertani adalah pengelolaan lahan yang baik, penggunaan benih unggul, pemupukan yang tepat, serta pengendalian hama dan penyakit yang efektif.
The key to successful farming is good land management, the use of superior seeds, proper fertilization, and effective pest and disease control.
Boimin, Banyuwangi - Jawa Timur
Boimin, Banyuwangi - East Java
Kembali Bangkit Setelah Jagungnya Diserang Penyakit Selama Dua Tahun Berturut-turut
Back to Rise After Its Corn Was Attacked by Disease for Two Years in a Row
Jika ada orang yang dijuluki sebagai pejuang pangan maka Boimin adalah salah satunya. Bagaimana tidak, Boimin telah menjalani profesi sebagai petani sejak tahun 1996. Pada awalnya, ia mengebunkan semangka. Namun, sejak tahun 2000, ia memutuskan untuk fokus pada budidaya jagung. Salah satu varietas jagung yang pernah ia tanam adalah Bonanza pada tahun 2015, tetapi belakangan ini Boimin lebih memilih menanam jagung manis.
If there is a person who is dubbed as a food warrior then Boimin is one of them. How could it not, Boimin has been working as a farmer since 1996. At first, he planted watermelons. However, since 2000, he decided to focus on corn cultivation. One of the corn varieties he has planted is Bonanza in 2015, but lately Boimin prefers to grow sweet corn.
Dengan lahan seluas 2,5 hektar, petani asal Banyuwangi ini telah mendulang hasil panen yang cukup signifikan. Untuk setiap setengah hektar lahan, ia mampu memanen hingga 500 kilogram jagung, bahkan pernah mencapai 5,4 ton saat tanaman dalam kondisi prima. Kesuksesan Boimin ini bukan tanpa hambatan. Komoditas yang ia tanan tidak luput dari serangan penyakit, seperti bulai dan busuk batang. Bahkan, serangan penyakit ini terjadi selama dua tahun berturut-turut. "Akibat serangan penyakit tersebut, sebagian tongkol jagungnya tidak dapat saya panen," tutut Boimin. Nyatanya, kegagalan ini tidak membuat Boimin benar-benar terpuruk. Ia selalu menemukan cara untuk bangkit dan melanjutkan usaha taninya.
With an area of 2.5 hectares, this farmer from Banyuwangi has reaped quite significant harvests. For every half hectare of land, he was able to harvest up to 500 kilograms of corn, even reaching 5.4 tons when the crops were in prime condition. Boimin's success was not without obstacles. The commodities he cultivated were not immune to disease attacks, such as downy mildew and stem rot. In fact, attacks of this disease occurred for two years in a row. "Due to the attack of the disease, I could not harvest some of the corn cobs," said Boimin. In fact, this failure did not make Boimin really down. He always found a way to get up and continue his farming business.
Keberhasilan Boimin dalam bertani juga telah membuka peluang untuk mengembangkan usaha lain. Setelah kembali ke Jawa dari Sulawesi, Pada tahun 2018 ia memulai bisnis pangkalan gas dan usaha air minum. Modal dari hasil panen jagung di Sulawesi menjadi dasar pembangunan usaha tersebut. Selain mampu membeli rumah baru, Boimin merasa pencapaiannya yang paling memuaskan adalah kemampuannya mencukupi kebutuhan keluarga dan memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya. Baginya, kebahagiaan sejati adalah mampu membangun masa depan yang lebih baik untuk keluarganya.
Boimin's success in farming has also opened up opportunities to develop other businesses. After returning to Java from Sulawesi, in 2018 he started a gas base business and drinking water business. Capital from corn harvests in Sulawesi is the basis for the development of the business. In addition to being able to buy a new house, Boimin feels that his most satisfying achievement is his ability to meet the needs of his family and provide a decent education for his children. For him, true happiness is being able to build a better future for his family.
Quote
Pencapaian terbesar bagi Boimin adalah mampu mencukupi kebutuhan keluarga dan memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya.
The biggest achievement for Boimin is being able to meet the needs of the family and provide a decent education for his children.
Hamzah, Blitar - Jawa Timur
Hamzah, Blitar - East Java
Dari Ladang Terbengkalai Menjadi Panen Berlimpah
From Abandoned Fields to Bountiful Harvests
Sedari kecil, Hamzah sudah dekat dengan dunia pertanian. "Dulu saya sering lihat orang tua bertani, tapi belum benar-benar tertarik," ujarnya. Namun, setelah ladang orang tuanya terbengkalai usai mereka meninggal, petani asal Blitar ini mulai menaruh minat untuk menggarap ladang tersebut. "Awalnya saya cuma iseng mengurus ladang, tapi lama-lama jadi suka dan keterusan," tambahnya sambil tersenyum.
Since childhood, Hamzah has been close to the world of agriculture. "I used to see my parents farming, but they weren't really interested," he said. However, after his parents' farm was abandoned after they died, this farmer from Blitar began to take an interest in working on the farm. "At first I just wanted to take care of the field, but after a while I liked it and continued," he added with a smile.
Dengan luas lahan lebih dari satu hektar, Hamzah membudidayakan cabai sebagai komoditas utama. "Cabai itu tantangannya banyak, tapi hasilnya juga bisa besar," katanya. Pada masa panen terbaiknya, ia bahkan mampu menghasilkan hingga 20 ton cabai. Namun, bertani tidak selalu berjalan mulus. "Namanya juga petani, pasti ada kendala. Kadang harga anjlok, cuaca nggak menentu, atau serangan hama yang bikin rugi besar," ungkapnya.
With a land area of more than one hectare, Hamzah cultivates chili peppers as the main commodity. "Chili has many challenges, but the results can also be big," he said. At its best harvest, it is even capable of producing up to 20 tons of chili. However, farming doesn't always go smoothly. "His name is also a farmer, there must be obstacles. Sometimes prices plummet, unpredictable weather, or pest attacks that cause big losses," he said.
Meski begitu, Hamzah tidak menyerah. "Saya pikir, kalau terus mengeluh nggak akan ada habisnya. Jadi ya tetap fokus aja," katanya mantap. Bagi Hamzah, kesuksesan bertani bukan hanya soal keuntungan materi, seperti bisa membeli kendaraan atau menambah modal usaha. "Ada kepuasan tersendiri kalau lihat tanaman tumbuh subur dan panen melimpah," ujarnya dengan bangga. Kunci keberhasilannya terletak pada ketekunan dan kemampuannya membaca alam. "Bertani itu bukan sekadar nanam dan panen. Kita harus paham kapan waktu yang tepat untuk menanam. Insya Allah kalau begitu, hasilnya akan bagus," jelasnya.
Even so, Hamzah did not give up. "I think, if I keep complaining, there will be no end. So yes, just stay focused," he said steadily. For Hamzah, successful farming is not only about material gains, such as being able to buy a vehicle or increase business capital. "There is satisfaction in seeing plants flourishing and harvesting abundantly," he said proudly. The key to his success lies in his perseverance and ability to read nature. "Farming is not just planting and harvesting. We must understand when it is the right time to plant. God willing, then, the results will be good," he explained.
Quote
Kepuasan dalam bertani ketika tanaman yang kita tanam tumbuh subur dan memberikan hasil melimpah.
Satisfaction in farming when the plants we plant thrive and provide abundant yields.
Jarwan, Kebumen - Jawa Tengah
Jarwan, Kebumen - Central Java
Sudah Bertani Sejak Masih SMA
Has Been Farming Since High School
Ketika teman-temannya banyak menghabiskan waktu untuk bermain, tetapi tidak dengan Jarwan. Petani asal Kebumen ini telah menggeluti dunia pertanian sejak masih SMA. Namun, ia mulai fokus bertani pada tahun 2006, saat usianya 21 tahun. Keinginannya untuk menjadi petani karena ingin mengikuti jejak dari sang ayah, yang juga berprofesi sebagai petani. Kini, Jarwan mengelola lahan seluas 1,6 hektare, terdiri atas 3.000 meter persegi milik pribadi dan sisanya lahan sewa. Ia menanam berbagai komoditas, seperti paria, kacang panjang, timun, tomat, pepaya, dan cabai. Dari lahan tersebut, ia mampu menghasilkan lebih dari 2 ton panen dengan harga jual rata-rata Rp10.000 per kilogram.
When his friends spend a lot of time playing, but not with Jarwan. This farmer from Kebumen has been involved in the world of agriculture since he was in high school. However, he started focusing on farming in 2006, when he was 21 years old. His desire to become a farmer was because he wanted to follow in the footsteps of his father, who also worked as a farmer. Currently, Jarwan manages an area of 1.6 hectares, consisting of 3,000 square meters of private property and the rest of the leased land. He grows various commodities, such as pariahs, long beans, cucumbers, tomatoes, papayas, and chili peppers. From this land, he was able to produce more than 2 tons of harvest with an average selling price of IDR 10,000 per kilogram.
Perjalanan bertaninya Jarwan tidaklah selalu mulus. Ia pernah mengalami kegagalan karena kurangnya pengetahuan dan pengalaman dalam bertani. "Kegagalan itu tidak membuat saya menyerah. Tapi saya terus belajar dari petani sukses lainnya dan mendapatkan pendampingan dari petugas Panah Merah," tutur Jajang. Rupanya dua hal inilah yang membantunya bangkit hingga mencapai keberhasilan.
Jarwan's farming journey was not always smooth. He has failed due to a lack of knowledge and experience in farming. "That failure didn't make me give up. But I continue to learn from other successful farmers and get assistance from Red Arrow officers," said Jajang. Apparently these two things helped him rise to success.
Jerih payah Jarwan akhirnya membuahkan hasil. Dari hasil bertaninya tersebut, Jarwan mampu membangun rumah, membeli lahan, bahkan sekarang telah membina 50 petani lain. Baginya, kunci sukses bertani terletak pada manajemen yang baik, kemauan untuk belajar, serta dukungan dari komunitas pertanian yang solid.
Jarwan's hard work finally paid off. From the results of his farming, Jarwan was able to build a house, buy land, and even now he has trained 50 other farmers. For him, the key to successful farming lies in good management, a willingness to learn, and the support of a solid farming community.
Quote
Kisah sukses bertani Jarwan sekarang telah ditularkan dengan membina 50 petani lain.
Jarwan's success story has now been transmitted by fostering 50 other farmers.
Lalang, Sulawesi Barat
Lalang, West Sulawesi
Bermodal Lima Juta Rupiah dari Tabungannya, Lalang Mulai Bertani
With Five Million Rupiah from His Savings, Lalang Starts Farming
Petani zaman sekarang kebanyakan adalah petani yang telah berumur. Tetapi tidak dengan Lalang. Petani asal Sulawesi Barat ini memulai bertani pada usia 28 tahun, tepatnya sejak 2017. Lahan yang dia punya seluas 50 are, milik sendiri. "Saya mulai bertani dengan menggunakan tabungan pribadi sebagai modal awal, yaitu sebesar lima juta rupiah," demikian kata Lalang. Namun dari 50 are lahan yang ia punya, hanya 20 are yang ditanami cabai. Di lahan tersebut, ia menanam sekitar 3.000 pohon. Hasil panennya pun cukup menggembirakan, mencapai hingga tiga ton, yang dilakukan setiap 3-4 hari. Hasil panennya dijual ke tengkulak dengan harga berkisar Rp18.000–Rp20.000 per kg.
Today's farmers are mostly elderly farmers. But not with Lalang. This farmer from West Sulawesi started farming at the age of 28, precisely since 2017. The land he owns is 50 acres, his own. "I started farming using personal savings as initial capital, which is five million rupiah," said Lalang. However, of the 50 acres of land he owns, only 20 acres are planted with chili. On the land, he planted about 3,000 trees. The harvest is also quite encouraging, reaching up to three tons, which is done every 3-4 days. The harvest is sold to middlemen at prices ranging from Rp18,000 to Rp20,000 per kg.
Namun, perjalanan bertaninya tidak selalu mulus. "Saat pandemi COVID-19 melanda, harga cabai anjlok hingga Rp1.000 per kg, sementara biaya produksi per pohon mencapai Rp5.000," kenang Lalang. Saat itu Lalang harus memutar otak. Kerugian besar dari bertanam cabai membuatnya harus beralih sementara ke beternak sapi potong. Ia memelihara dua ekor sapi sebelum akhirnya kembali bertani cabai pada 2022, setelah harga membaik hingga Rp50.000 per kg.
However, his farming journey has not always been smooth. "When the COVID-19 pandemic hit, the price of chili plummeted to Rp1,000 per kg, while the production cost per tree reached Rp5,000," Lalang recalled. At that time, Lalang had to rack his brain. The big disadvantage of growing chili peppers made him have to temporarily switch to raising beef cattle. He raised two cows before finally returning to chili farming in 2022, after the price improved to IDR 50,000 per kg.
Strategi bertaninya pun mulai diubah. Kalau dulu dia hanya menanam cabai, kini ia mengombinasikannya dengan tomat. Kedua komoditas ini saling melengkapi sehingga lebih stabil secara ekonomi. Prinsip yang Lalang pegang erat dalam bertani adalah meskipun pernah terpuruk, ia tak menyerah dan terus berinovasi demi kelangsungan usahanya.
His farming strategy began to change. If he used to only grow chilies, now he combines them with tomatoes. These two commodities complement each other so that they are more economically stable. The principle that Lalang holds tightly in farming is that even though he has been down, he does not give up and continues to innovate for the sake of his business continuity.
Quote
Prinsip Lalang dalam bertani adalah pantang menyerah dan terus berinovasi demi kelangsungan usahanya.
Lalang's principle in farming is to never give up and continue to innovate for the sake of business continuity.
M. Asri, Sulawesi Barat
M. Asri, West Sulawesi
Menarik Minat Anak Muda untuk Bertani dengan Memberikan Modal Usaha
Attracting Young People's Interest in Farming by Providing Business Capital
Jabatan sebagai kepala dusun Di Sulawesi Barat adalah jabatan yang mentereng. Meskipun demikian, M. Asri yang saat ini menjabat sebagai kepala dusun masih tetap mau menjalankan profesinya sebagai petani. Ia telah lama menjalankan profesinya sebagai petani, yakni sejak 2005. Dari sekian banyak komoditas hortikuluta, ia memilih cabai besar untuk dikebunkan karena potensi penghasilan yang tinggi. Dengan luas lahan 15 are, ia menanam varietas unggulan, yaitu Pilar dari Panah Merah yang tahan virus. Setiap musim tanam, hasil panennya mencapai lebih dari satu ton dalam empat kali panen. Sementara umur cabai bisa mencapai enam hingga tujuh bulan.
The position as the head of a hamlet in West Sulawesi is a prestigious position. Nevertheless, M. Asri, who currently serves as the head of the hamlet, still wants to carry out his profession as a farmer. He has been practicing his profession as a farmer for a long time, namely since 2005. Of the many horticulous commodities, he chose large chili peppers to be planted because of the high income potential. With a land area of 15 acres, he planted a superior variety, namely the Pilar of the Red Arrow which is resistant to viruses. Each growing season, the yield reaches more than one ton in four harvests. Meanwhile, the lifespan of chili peppers can reach six to seven months.
Bagi M. Asri, menanam cabai tidak selalu mudah. Ia pernah mengalami kerugian hingga 10 juta akibat serangan penyakit layu fusarium. Namun, dengan semangat pantang menyerah, ia terus melanjutkan usaha budidaya cabainya. "Saya mempelajari cara pengolahan tanah yang baik dari berbagai daerah dan juga mendapat bimbingan dari penyuluh Panah Merah," ungkap M. Asri. Kegigihan M. Asri akhirnya membuahkan hasil. Hasil panennya mulai melimpah. Ia menjualnya langsung ke tengkulak dengan harga saat ini sekitar Rp19.000 per kg, dengan keuntungan Rp9.000 per kg.
For M. Asri, growing chili is not always easy. He has suffered losses of up to 10 million due to fusarium wilt disease attacks. However, with an unyielding spirit, he continued his chili cultivation business. "I learned good soil cultivation from various regions and also received guidance from Red Arrow extension workers," said M. Asri. M. Asri's persistence finally paid off. The harvest began to be abundant. He sells it directly to middlemen at the current price of around IDR 19,000 per kg, with a profit of IDR 9,000 per kg.
Kerja keras M. Asri membawa perubahan besar dalam hidupnya. Setelah 15 tahun bertani, ia mampu berhaji pada tahun 2009 dan memberangkatkan istrinya umroh. Selain itu, M. Asri juga berhasil menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi. Baginya, bertani bukan sekadar sumber penghasilan, tetapi juga memberi kepuasan dan kebahagiaan. Kini, ia berusaha menarik minat anak muda ke dunia pertanian dengan memberikan modal usaha. Selain itu, ia pun terus melakukan inovasi dalam bertani, seperti menggunakan sistem irigasi, dan menggunakan benih unggul.
M. Asri's hard work brought great changes in his life. After 15 years of farming, he was able to perform Hajj in 2009 and send his wife for Umrah. In addition, M. Asri also managed to send his children to college. For him, farming is not only a source of income, but also gives satisfaction and happiness. Now, he is trying to attract young people to the world of agriculture by providing business capital. In addition, he also continues to innovate in farming, such as using irrigation systems, and using superior seeds.
Quote
Kunci sukses bertani ala M. Asri adalah menggunakan benih unggul dan terus melakukan inovasi.
The key to successful farming in the style of M. Asri is to use superior seeds and continue to innovate.
Maman
Mom
Meraup Miliaran Rupiah dari Bertanam Cabai
Reaping Billions of Rupiah from Growing Chili
Usianya masih belia ketika Maman mengawali profesinya sebagai petani. Saat itu, dia masih berumur 19 tahun. “Saya masih muda, yaa?” kenang Maman. Kala itu, komoditas yang ia pilih untuk ditanam adalah cabai. Kini usia Maman menginjak 32 tahun. Artinya, ia telah bertani selama 13 tahun. Maman memang terhitung setia dengan profesi petaninya ini.
He was still young when Maman started his profession as a farmer. At the time, he was still 19 years old. "I'm still young, huh?" she recalled. At that time, the commodity he chose to grow was chili. Now Maman is 32 years old. This means that he has been farming for 13 years. Maman is indeed considered loyal to his farming profession.
Maman masih ingat, sejak kecil ia kerap mengamati ayahnya bertani. Baginya, bertani adalah pekerjaan yang menyenangkan. “Kok rasanya enak dan nyaman, ya?” pikirnya waktu itu. Apalagi, tak banyak teman sebayanya yang tertarik bertani. Ia pun mulai mencoba-coba menanam sendiri, hingga akhirnya jatuh cinta pada dunia pertanian. Awalnya, Maman menanam berbagai jenis sayuran seperti cabai, bunga kol, jagung, dan kacang panjang di lahan seluas 5000 meter. Namun, kini ia fokus pada cabai dan telah mengelola lahan hingga 5 hektar. Pernah suatu kali, ia mendapatkan keuntungan hampir 2 miliar dari lahan seluas 1,5 hektar.
Maman still remembers, since childhood, he often observed his father farming. For him, farming is a fun job. "How does it feel good and comfortable, huh?" he thought at that time. Moreover, not many of his peers are interested in farming. He also began to experiment with growing his own, until he finally fell in love with the world of agriculture. Initially, Maman planted various types of vegetables such as chili, cauliflower, corn, and long beans on an area of 5000 meters. However, now he focuses on chili peppers and has managed up to 5 hectares of land. Once, he made a profit of nearly 2 billion from a 1.5-hectare land.
Perjalanan bertani Maman tak selalu mulus. Tahun 2017 adalah masa terberatnya—cuaca buruk, harga anjlok, dan panen gagal hingga membuatnya rugi besar dan harus menjual mobilnya. Namun, ia tak menyerah. “Saya pinjam 400 juta ke bank untuk mulai lagi,” katanya. Kini, selain bertani, ia juga mengembangkan ternak puyuh. Ia bahkan memanfaatkan pupuk kandang puyuh untuk menyuburkan lahan. Bagi Maman, kebahagiaan sejati bukan hanya materi, tapi juga melihat hasil panennya tumbuh subur dan bermanfaat bagi banyak orang.
Maman's farming journey was not always smooth. 2017 was his hardest time—bad weather, plummeting prices, and crop failures that left him with big losses and had to sell his car. However, he did not give up. "I borrowed 400 million to the bank to start again," he said. Now, in addition to farming, he also develops quail livestock. He even uses quail manure to fertilize the land. For Maman, true happiness is not only material, but also seeing his crops flourish and benefit many people.
Quote
Maman berhasil mengintegrasikan usaha bertanam cabai dengan beternak puyuh.
Maman succeeded in integrating the chili farming business with quail farming.
Mulyadi, Pandeglang - Banten
Your Excellency, Your Excellency - Your Excellency
Sukses Memproduksi Benih Semangka di Lahan Pesisir
Successful Production of Watermelon Seeds in Coastal Land
Awalnya Mulyadi menanam kacang panjang pada tahun 2012. Tetapi seiring waktu, ia beralih ke semangka karena melihat potensi pasar yang lebih menjanjikan. Mulyadi adalah salah seorang petani mitra Panah Merah yang memproduksi benih semangka. Dengan lahan sewaan seluas setengah hektare, petani asal Pandeglang ini mampu menghasilkan sekitar 10 kg benih kering semangka setiap musim panen. Jika dirupiahkan, pendapatannya rata-rata mencapai Rp22.500.000 per musim tanam.
Initially, Mulyadi planted long beans in 2012. But over time, he switched to watermelon because he saw a more promising market potential. Mulyadi is one of Panarrow's partner farmers who produce watermelon seeds. With a rented area of half a hectare, this farmer from Pandeglang is able to produce around 10 kg of dried watermelon seeds every harvest season. In rupiah, the average income reaches IDR 22,500,000 per planting season.
Namun, perjalanan bertaninya tidak selalu mulus. Ia pernah mengalami kegagalan akibat serangan penyakit dan banjir yang menghabiskan tanamannya. Kondisi ini sempat membuatnya terpuruk, tetapi ia tidak menyerah. Mulyadi memutuskan untuk pindah ke lahan di daerah pesisir. Keputusannya ini terbukti tepat, usahanya kembali berkembang.
However, his farming journey has not always been smooth. He has failed due to disease attacks and floods that have consumed his crops. This condition had made him slump, but he did not give up. Mulyadi decided to move to land in coastal areas. This decision proved to be right, and his business grew again.
Salah satu faktor utama keberhasilan bertani Mulyadi adalah pendampingan dari petugas Panah Merah. "Panah Merah tidak hanya menyediakan benih dan pupuk berkualitas, tetapi juga memberikan penyuluhan serta dukungan teknis yang sangat membantu," demikian tutur Mulyadi. Baginya, bertani bukan sekadar mencari keuntungan, tetapi juga menjadi sumber kebanggaan. Melihat tanamannya tumbuh subur dan memberikan manfaat bagi banyak orang adalah kepuasan tersendiri yang membuatnya semakin mencintai profesinya sebagai petani.
One of the main factors in Mulyadi's success in farming is the assistance from Red Arrow officers. "Red arrows not only provide quality seeds and fertilizers, but also provide counseling and technical support that are very helpful," said Mulyadi. For him, farming is not just about making a profit, but also a source of pride. Seeing his plants flourish and provide benefits to many people is a satisfaction in itself that makes him love his profession as a farmer even more.
Quote
Kebahagiaan Mulyadi dalam bertani kita ia mampu memberikan manfaat bagi banyak orang.
Mulyadi's happiness in our farming is able to provide benefits for many people.
Nur Azitah Azman, Banyuwangi - Jawa Timur
Nur Azitah Azman, Banyuwangi - East Java
Rugi Hingga 500 Juta Rupiah, Tak Membuat Nur Mundur
Loss of up to 500 million rupiah, does not make Nur retreat
Sejak usia 19 tahun, Nur telah mulai bertani dengan menanam kol, jagung, kacang panjang, dan cabai. Kini, setelah 13 tahun menekuni profesi ini, ia semakin yakin bahwa bertani adalah pilihan yang tepat. Ketertarikannya muncul karena ayahnya juga seorang petani. "Saya melihat masih sedikit anak muda yang mau terjun ke bidang ini," ungkap Nur. Menurut Nur, beberapa varietas cabai yang paling cocok ditanam di daerahnya antara lain cabai rawit, cabai besar Baja, dan cabai keriting Tangguh.
Since the age of 19, Nur has started farming by growing cabbage, corn, long beans, and chili. Now, after 13 years of pursuing this profession, he is increasingly convinced that farming is the right choice. His interest arose because his father was also a farmer. "I see that there are still few young people who want to enter this field," said Nur. According to Nur, some of the most suitable chili varieties to be grown in his area include cayenne pepper, Baja large chili, and Tangguh curly chili.
Ia mengelola lahan seluas 5.000 meter persegi untuk bertanam cabai. Setelah panen, cabai tidak selalu disortir. "Biasanya, cabai langsung dipacking dan didistribusikan ke beberapa daerah, seperti Cikopo, Purwakarta, dan Bogor," Tutur Nur. Dalam menghadapi harga cabai yang kerap kali anjlok, ia menyiasatinya dengan mengelola lahan sebaik mungkin agar hasil panen berkualitas tinggi. Dengan hasil yang baik, hasil penjualan cabainya pun bisa lebih tinggi sehingga dapat menutupi modal yang telah dikeluarkan.
He manages an area of 5,000 square meters for growing chili peppers. After harvest, chili peppers are not always sorted. "Usually, chili peppers are immediately packed and distributed to several regions, such as Cikopo, Purwakarta, and Bogor," said Nur. In the face of the price of chili peppers that often plummet, he gets around it by managing the land as best as possible so that the harvest is of high quality. With good results, the sales of chili can also be higher so that it can cover the capital that has been spent.
Nur mengungkapkan bahwa tantangan terbesar yang pernah ia hadapi terjadi pada tahun 2017, saat harga cabai anjlok dan menyebabkan kerugian hingga 500 juta rupiah. Namun kondisi ini tidak menyurutkan semangatnya. Untuk bangkit kembali, ia meminjam modal dari bank dan lebih selektif dalam memilih pekerja. Kemudian, ia pun mulai melanjutkan kembali usahanya dalam bertani cabai. Kegigihannya membuahkan hasil. Dari bertani cabai, Nur mampu membuat rumah yang layak, membangun gudang untuk usaha jual beli cabai, dan membeli lahan untuk memperluas usaha berkebun cabai.
Nur revealed that the biggest challenge he had ever faced occurred in 2017, when the price of chili plummeted and caused losses of up to 500 million rupiah. However, this condition did not dampen his enthusiasm. To get back on his feet, he borrowed capital from banks and was more selective in choosing workers. Then, he began to resume his business in chili farming. His persistence paid off. From farming chili, Nur was able to make a decent house, build a warehouse for the chili buying and selling business, and buy land to expand the chili farming business.
Quote
Tidak banyak petani muda yang sukses, Nur adalah salah satunya.
Not many young farmers are successful, Nur is one of them.
Rudi Mudarman, Riau
Bencana Hujan Asam Tak Menyurutkan Semangat Bertani
Acid Rain Disaster Doesn't Damn Farming Spirit
Sepuluh tahun lalu, Rudi Mudarman terjun ke dunia pertanian, tepatnya Januari 2015. Saat itu, ia belajar secara otodidak dengan mengamati lingkungan sekitar dan aktif bertanya kepada para petani yang telah berpengalaman. Keputusannya untuk bertani didorong oleh kondisi di sekitarnya. Di lingkungan tempatnya tinggal, banyak warga menggantungkan hidup dari sektor pertanian.
Ten years ago, Rudi Mudarman entered the world of agriculture, to be precise in January 2015. At that time, he learned self-taught by observing the surrounding environment and actively asking questions to experienced farmers. His decision to farm was driven by the conditions around him. In the neighborhood where he lives, many residents depend on the agricultural sector for their livelihood.
"Awalnya saya mencoba menanam pare, tapi kemudian beralih ke berbagai komoditas lain, seperti kacang panjang, mentimun, dan jagung manis," ungkap Rudi. Namun, saat ini Rudi lebih fokus menanam kacang panjang. Mulanya, ia berkebun di lahan seluas 2.000 meter persegi. Seiring bertambahnya waktu, lahannya semakin luas. Kini Rudi mengebunkan kacang panjang di area seluas satu hektare. Usaha kerasnya gak mengkianati hasil. Puluhan ton kacang panjang diangkut dari kebunnya. Sementara harga jual kacang panjang bervariasi antara Rp8.000 hingga Rp20.000 per kilogram.
"At first I tried to grow bitter melon, but then switched to various other commodities, such as long beans, cucumbers, and sweet corn," said Rudi. However, currently Rudi is more focused on planting long beans. Initially, he gardened on an area of 2,000 square meters. As time went by, the land became more and more extensive. Now Rudi is planting long beans in an area of one hectare. His hard work did not diminish the results. Tens of tons of long beans were transported from his orchard. Meanwhile, the selling price of long beans varies between IDR 8,000 to IDR 20,000 per kilogram.
Kisah sukses berkebun kacang panjang Rudi tak luput dari tantangan. "Saya pernah mengalami kerugian besar. Saat itu saya mengalami gagal panen akibat kabut asap dan hujan asam," tutur Rudi. Namun, ia tidak menyerah dan terus berusaha dengan cara menyesuaikan pola tanam agar lebih baik. Dari hasil bertanam kacang panjang ini, Rudi berhasil membeli tanah, rumah, serta membuka toko pertanian untuk membantu sesama petani. Baginya, bertani bukan hanya soal keuntungan, tetapi juga kebanggaan dan kepuasan dalam berkontribusi kepada masyarakat.
Rudi's success story of long bean gardening is not spared from challenges. "I have suffered a big loss. At that time, I experienced crop failure due to haze and acid rain," said Rudi. However, he did not give up and continued to try by adjusting the planting pattern to make it better. From the results of planting long beans, Rudi managed to buy land, a house, and open an agricultural shop to help fellow farmers. For him, farming is not only about profit, but also pride and satisfaction in contributing to society.
Quote
Rudi pernah mengalami gagal panen akibat kabut asap dan hujan asam, tapi ia tidak menyerah.
Rudi once experienced crop failure due to haze and acid rain, but he did not give up.
Ryan Kristian, Bandung
Dari Otomotif Beralih ke Pertanian
From Automotive to Farming
Ryan tidak pernah menyangka bahwa dirinya akan menjadi petani. “Dulu, latar belakang saya itu di bidang otomotif,” katanya sambil tertawa. Namun, sejak kecil ia sering ikut ayahnya mengangkut hasil panen petani. Dari sanalah ia mulai banyak berbincang dengan mereka, mendengar cerita suka duka bertani. Tanpa disadari, ia pun jatuh cinta dengan dunia pertanian.
Ryan never thought that he would become a farmer. "In the past, my background was in the automotive sector," he said with a laugh. However, since childhood, he often accompanied his father to transport farmers' crops. From there he began to talk a lot with them, hearing stories of the ups and downs of farming. Without realizing it, he fell in love with the world of agriculture.
Mulai tahun 2007, Ryan mencoba bertani sendiri. “Awalnya cuma nanam jagung manis di lahan 2.500 meter,” ujarnya. Tapi lama-kelamaan, lahannya berkembang pesat hingga 32 hektare. Kini, ia tak hanya menanam jagung, tapi juga bawang, terung, mentimun, kacang panjang, kol, dan cabai. Dari satu hektar lahan, ia bisa memanen sekitar 12-15 ton hasil pertanian.
Starting in 2007, Ryan tried farming on his own. "At first, we only planted sweet corn on a land of 2,500 meters," he said. But over time, the land grew rapidly to 32 hectares. Now, he not only grows corn, but also onions, eggplant, cucumbers, long beans, cabbage, and chili. From one hectare of land, he can harvest about 12-15 tons of agricultural products.
Namun, jalannya tidak selalu mulus. “Pernah gagal panen, cuaca nggak mendukung, harga anjlok… ya, hampir nyerah juga,” kenangnya. Tapi ia memilih belajar dari pengalaman. “Saya ubah strategi, perbaiki pola tanam, dan pilih bibit yang lebih baik.” Hasilnya? Kini ia berhasil membangun rumah, gudang, dan mempekerjakan 80 orang. “Saya selalu berpikir, gimana caranya supaya bukan cuma saya yang sukses, tapi juga orang-orang yang bekerja dengan saya. Mereka punya keluarga yang harus dinafkahi. Itu yang bikin saya terus maju,” tuturnya mantap.
However, the road is not always smooth. "There was a failure to harvest, the weather was not supportive, the price plummeted... Yes, I almost gave up too," he recalled. But he chose to learn from experience. "I changed the strategy, improved the planting pattern, and chose better seedlings." Result? Now he has managed to build a house, a warehouse, and employ 80 people. "I always think, how to make it not only me succeed, but also the people who work with me. They have families that must be supported. That's what makes me keep moving forward," he said steadily.
Quote
Di lahan seluas 32 hektare, Ryan menanam berbagai komoditas hortikultura dengan dibantu oleh 80 tenaga kerja.
On an area of 32 hectares, Ryan grows various horticultural commodities with the help of 80 workers.
Sugito, Malang - Jawa Timur
Sugito, Malang - East Java
Lunas Utang dari Hasil Bertani
Paying off Debt from Farming Results
Sugito mulai serius bertani sejak tahun 1997. "Awalnya karena orang tua saya juga petani, jadi saya tertarik melanjutkan usaha mereka," ujarnya. Di awal perjalanan, petani asal Malang ini menanam cabai, tomat, dan kubis, Namun, sekarang ia lebih memilih cabai dan tomat untuk dikebunkan. Hal ini bukan tanpa alasan. "Kubis sudah saya tinggalkan. Saya merasa cabai dan tomat lebih menguntungkan," tambahnya.
Sugito began to be serious about farming in 1997. "Initially, it was because my parents were also farmers, so I was interested in continuing their business," he said. At the beginning of the trip, this farmer from Malang planted chili, tomatoes, and cabbage, however, now he prefers chili peppers and tomatoes to be planted. This is not without reason. "I have left cabbage. I feel that chili and tomatoes are more profitable," he added.
Saat pertama bertani, Sugito masih menyewa lahan. Namun, kerja kerasnya mulai membuahkan hasil. Kini ia sudah mengelola lahan sendiri seluas satu hektare. Dengan kultivasi yang benar, hasil panennya cukup memuaskan, terutama untuk cabai. Harga cabai saat ini bisa mencapai Rp35.000 per kilogram. "Kalau harga segitu, sudah lumayan tinggi," katanya.
When he first farmed, Sugito was still renting land. However, his hard work began to pay off. Now he has managed his own land covering an area of one hectare. With proper cultivation, the yield is quite satisfactory, especially for chili. The current price of chili can reach IDR 35,000 per kilogram. "If the price is that high, it is already quite high," he said.
Meskipun belum pernah mengalami keterpurukan besar, tetapi Sugito tetap menghadapi tantangan dalam bertani. "Kadang harga turun, kadang tanaman kena penyakit. Tapi itu wajar di dunia pertanian," ujarnya santai. Baginya, kunci sukses adalah tetap fokus dan pantang menyerah. "Jangan mengeluh. Bertani itu soal kesabaran dan usaha terus-menerus," tegasnya. Dari usaha bertaninya, Sugito berhasi melunasi utang, menyekolahkan anak, dan merenovasi rumah. Menurut Sugito, bertani lebih dari sekadar materi. Ia merasa ada kebanggaan tersendiri dalam pekerjaannya. "Bisa melihat hasil dari jerih payah sendiri itu kepuasan yang nggak ternilai," ujarnya dengan senyum bangga.
Although he has never experienced a major downturn, Sugito still faces challenges in farming. "Sometimes prices fall, sometimes plants get sick. But that's normal in the world of agriculture," he said casually. For him, the key to success is to stay focused and never give up. "Don't complain. Farming is a matter of patience and continuous effort," he said. From his farming business, Sugito succeeded in paying off debts, sending his children to school, and renovating his house. According to Sugito, farming is more than just a material. He feels that there is a special pride in his work. "Being able to see the results of your own hard work is priceless satisfaction," he said with a proud smile.
Quote
Bertani adalah soal kesabaran dan usaha terus-menerus.
Farming is a matter of patience and constant effort.
Sujono, Jembar - Jawa Timur
Sujono, Jembar - East Java
Menunaikan Ibadah Haji dari Hasil Bertani
Performing Hajj from Farming Proceeds
Sejak kecil, dunia pertanian sudah menjadi bagian dari hidup Sujono. “Saya dari SD sudah bertani karena orang tua saya juga petani. Dulu, saya sering membantu mereka di ladang,” kenangnya dengan senyum. Tak heran, ia pun akhirnya meneruskan jejak orang tuanya dan menjadikan pertanian sebagai mata pencaharian utama.
Since childhood, the world of agriculture has been a part of Sujono's life. "I have been farming since elementary school because my parents are also farmers. In the past, I used to help them in the fields," he recalls with a smile. Not surprisingly, he finally followed in his parents' footsteps and made agriculture his main livelihood.
Sujono menanam berbagai komoditas, seperti tomat, mentimun, pare, dan cabai, di lahannya yang luasnya sekitar satu hektare. Namun, bertani bukanlah pekerjaan yang selalu mulus. Tantangan terbesar yang ia hadapi adalah perubahan cuaca. “Kalau cuacanya bagus, hasil panennya juga bagus. Tapi kalau cuacanya jelek, ya hasilnya juga ikut jelek,” katanya. Ia sadar bahwa bertani sangat bergantung pada alam, namun ia tetap berusaha dan tidak menyerah.
Sujono grows various commodities, such as tomatoes, cucumbers, bitter melons, and chili peppers, on his land which covers an area of about one hectare. However, farming is not always a smooth job. The biggest challenge he faces is the change in weather. "If the weather is good, the harvest is also good. But if the weather is bad, yes, the results are also bad," he said. He is aware that farming is very dependent on nature, but he still tries and does not give up.
Meskipun pernah mengalami masa sulit, tapi Sujono selalu mencari cara untuk bangkit. Baginya, kunci utama dalam bertani adalah kesabaran dan ketekunan. “Yang penting terus belajar dan menyesuaikan diri,” ujarnya. Salah satu kebanggaan terbesarnya adalah bisa naik haji dari hasil bertani. Selain itu, ia juga merasa bahagia bisa memberi motivasi kepada anak-anak muda agar tidak malu menjadi petani. “Bertani itu pekerjaan mulia. Kalau kita tekun, hasilnya bisa luar biasa,” katanya penuh semangat.
Even though he has had a difficult time, Sujono is always looking for a way to get up. For him, the main key in farming is patience and perseverance. "The important thing is to continue to learn and adjust," he said. One of his greatest pride is being able to go on Hajj from farming products. In addition, he also feels happy to be able to motivate young people so that they are not ashamed to be farmers. "Farming is a noble job. If we are diligent, the results can be extraordinary," he said excitedly.
Quote
Bertani itu pekerjaan mulia. Kalau kita tekun, hasilnya bisa luar biasa.
Farming is a noble job. If we are diligent, the results can be extraordinary.
Suprayitno, Lampung
Gagal di Tomat, Sukses di Cabai
Failed in Tomatoes, Succeeded in Chili
Tahun 2017, Suprayitno dengan mantap memulai usaha bertaninya. Saat itu, usianya masih terbilang muda, 26 tahun. Petani asal Lampung ini awalnya menanam tomat. Namun, pada 2020, ia beralih ke cabai karena dianggap lebih menjanjikan. Di daerahnya, varietas cabai Lando menjadi pilihan utama. "Awalnya, saya hanya mengelola lahan setengah hektare lahan, tetapi sekarang lahan saya telah bertambah menjadi satu setengah hektare," ujarnya. Saat bertanam tomat di lahan setengah hektare, ia mampu memanem hingga 15 ton tomat. Kemudian setelah beralih ke cabai, di lahan seluas 1,5 hektare, ia berhasil memanen hingga 10 ton cabai.
In 2017, Suprayitno steadily started his farming business. At that time, he was still relatively young, 26 years old. This farmer from Lampung initially planted tomatoes. However, in 2020, he switched to chili because it was considered more promising. In the area, the Lando chili variety is the main choice. "Initially, I only managed half a hectare of land, but now my land has increased to one and a half hectares," he said. When planting tomatoes on half a hectare of land, he is able to harvest up to 15 tons of tomatoes. Then after switching to chili, on an area of 1.5 hectares, he managed to harvest up to 10 tons of chili.
Meskipun bertani menjanjikan keuntungan, Suprayitno pernah mengalami keterpurukan, terutama saat harga tomat anjlok. "Saat itu harga jual tomat hanya Rp500 per kilogram," kenangnya. Situasi itu membuatnya mengalami kerugian besar dan akhirnya beralih ke cabai. Untuk bangkit kembali, ia meminjam dana Rp10-15 juta dari seorang teman sebagai modal awal bertani cabai. Dari komoditas cabai inilah, kemudian ia berhasil meraih untung yang cukup besar.
Although farming promises profits, Suprayitno has experienced a downturn, especially when the price of tomatoes plummeted. "At that time, the selling price of tomatoes was only Rp500 per kilogram," he recalled. The situation made him suffer huge losses and eventually switched to chili. To get back on his feet, he borrowed Rp10-15 million from a friend as the initial capital for chili farming. From this chili commodity, he then managed to make a considerable profit.
Bagi Suprayitno, dunia pertanian penuh dengan tantangan tak terduga, baik dari sisi penghasilan maupun faktor lainnya. Namun, dengan ketekunan dan strategi yang tepat, ia berhasil bertahan dan terus berkembang dalam usahanya. "Alhamdulillah, dari hasil bertani, saya mampu membangun rumah dan membeli lahan baru seluas 5.000 m untuk bertanam sayuran," tutur Suprayitno dengan senyum mengembang.
For Suprayitno, the world of agriculture is full of unexpected challenges, both in terms of income and other factors. However, with perseverance and the right strategy, he managed to survive and continue to grow in his endeavors. "Alhamdulillah, from the results of farming, I was able to build a house and buy a new land area of 5,000 m to grow vegetables," said Suprayitno with a big smile.
Quote
Dunia pertanian itu penuh dengan tantangan tak terduga, jadi harus dihadapi dengan ketekunan dan strategi yang tepat.
The world of agriculture is full of unexpected challenges, so it must be faced with perseverance and the right strategy.
Supriadi, Nusa Tenggara Barat
Supriadi, West Nusa Tenggara
Pernah Rugi Rp150 Juta, Tak Membuat Supriadi Menyerah
Once Lost IDR 150 Million, Didn't Make Supriadi Give Up
Supriadi sudah bertani sejak 35 tahun lalu. Tepatnya, ia memulai usaha budidaya hortikultura sejak tahun 1990. Berasal dari keluarga petani, ia sempat mencoba berbagai pekerjaan sebelum akhirnya kembali ke dunia pertanian yang dianggapnya lebih menyenangkan. "Saat ini, saya mengelola lahan seluas satu hektare," kata Supriadi. Usaha taninya berfokus pada penanaman tomat karena kondisi lahannya sangat cocok untuk budidaya tomat.
Supriadi has been farming since 35 years ago. To be precise, he started a horticultural cultivation business in 1990. Coming from a farming family, he had tried various jobs before finally returning to the world of agriculture which he considered more fun. "Currently, I manage a land area of one hectare," said Supriadi. His farming business focuses on growing tomatoes because the land conditions are very suitable for tomato cultivation.
Dalam setengah hektare lahan, ia mampu menghasilkan sekitar lima ton tomat. Dengan harga jual rata-rata Rp5.000,00 per kilogram, total income yang masuk ke kantong Supriadi mencapai Rp25 juta. Namun, perjalanan bertaninya tidak selalu mulus. "Saya pernah mengalami kerugian hingga Rp150 juta akibat anjloknya harga jual," kenang Supriadi. Namun, Supriyadi tidak tinggal diam. Otaknya berputar keras. Akhirnya, ia memberanikan diri untuk meminjam modal sebesar Rp20 juta dari bandar guna memulai kembali usahanya. Keuletannya pun membuahkan hasil. Awal mula bertani, ia hanya memiliki lahan seluas 3.000 meter persegi, tetapi kini lahannya telah berkembang menjadi satu hektare.
In half a hectare of land, it is capable of producing about five tons of tomatoes. With an average selling price of IDR 5,000.00 per kilogram, the total income that went into Supriadi's pocket reached IDR 25 million. However, his farming journey has not always been smooth. "I once suffered losses of up to IDR 150 million due to the plummeting selling price," Supriadi recalled. However, Supriyadi did not stay silent. His brain was spinning hard. Finally, he dared to borrow a capital of IDR 20 million from the dealer to restart his business. His tenacity also paid off. At the beginning of farming, he only had an area of 3,000 square meters, but now his land has grown to one hectare.
Kesuksesan Supriadi tidak hanya terwujud dalam bentuk perluasan lahan. Usahanya pun mulai merambah ke persemaian benih. Tomat, cabai, dan paria adalah beberapa contoh bibit yang disemai di kebunnya. Kebanggaan dalam usaha bertani bagi Supriadi tidak berhenti di situ. "Usaha bertani saya ini menimbulkan multiplier effect, salah satunya saya bisa memberdayakan tenaga kerja lokal dan keluarga saya," tututnya. Bagi Supriadi, kunci sukses dalam bisnis ini adalah memahami kebutuhan pasar, memilih benih berkualitas, dan terus belajar dari pengalaman.
Supriadi's success is not only manifested in the form of land expansion. His business also began to penetrate into seed nurseries. Tomatoes, chili peppers, and pariahs are some examples of seedlings sown in his garden. Supriadi's pride in farming does not stop there. "My farming business has a multiplier effect, one of which is that I can empower local workers and my families," he said. For Supriadi, the key to success in this business is to understand the needs of the market, choose quality seeds, and continue to learn from experience.
Quote
Kunci sukses ala Supriadi adalah memahami kebutuhan pasar, memilih benih berkualitas, dan terus belajar dari pengalaman.
The key to success in Supriadi's style is to understand the needs of the market, choose quality seeds, and continue to learn from experience.
Susanto, Kalimatan Tengah
Susanto, Central Kalimantan
Sukses Bertani Berkat Melanjutkan Usaha Tani Orangtuanya
Successful Farming Thanks to Continuing His Parents' Farming Business
Di Desa Tewah Pupuh, Kecamatan Banua Lima, Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah; Susanto telah bertani sejak kecil. Keluarganya adalah petani turun-temurun. Ia terbiasa membantu orangtuanya menanam sayuran di lahan, seperti kangkung dan mentimun. “Dari kecil saya sudah ikut ke kebun, belajar bertani sedikit demi sedikit,” ujarnya.
in Tewah Pupuh Village, Banua Lima District, East Barito Regency, Central Kalimantan; Susanto has been farming since childhood. His family was hereditary farmers. He used to help his parents grow vegetables on the land, such as kale and cucumbers. "Since I was a child, I have been going to the garden, learning to farm little by little," he said.
Keputusannya untuk menjadi petani bukan kebetulan. Ia merasa pekerjaan formal sulit didapat, sementara keluarganya memiliki lahan. Sejak kecil, ia juga sudah terbiasa menjual hasil panen ke tetangga dan teman-teman sekolah. "Bertani itu enak," ujarnya. "Saya tidak perlu repot-repot melamar kerja pakai dokumen ini-itu. Saya bisa langsung bekerja dan mendapatkan hasil," tuturnya.
His decision to become a farmer was not a coincidence. He found formal work difficult to get, while his family owned land. Since childhood, he has also been used to selling his crops to neighbors and school friends. "Farming is delicious," he said. "I don't have to bother applying for a job using these documents. I can work immediately and get results," he said.
Pada awalnya, ia mengelola lahan satu hektare. Berbagai sayuran ia kebunkan, antara lain mentimun, kangkung, jagung, dan pare. "Timun misalnya, hasil panennya bisa mencapai dua ton, dengan harga jual berkisar Rp2.500–Rp3.000 per kilogram," tutur Susanto. Namun, bertani bukan tanpa tantangan. Susanto pernah menghadapi berbagai masalah, seperti perubahan cuaca, serangan hama, hingga harga jual yang anjlok. Tetapi, baginya itu adalah bagian dari kehidupan seorang petani. "Yang penting jangan menyerah untuk mencari solusi," katanya mantap. Dari hasil bertani, ia berhasil membeli lahan tambahan seluas 2,5 hektare. Namun, baginya kebahagiaan terbesar dari bertani bukan hanya materi, tetapi kepuasan melihat tanamannya tumbuh subur dan bermanfaat bagi banyak orang.
At first, he managed one hectare of land. He cultivates various vegetables, including cucumbers, kale, corn, and bitter melon. "Cucumbers, for example, can reach two tons, with a selling price ranging from Rp2,500-Rp3,000 per kilogram," said Susanto. However, farming is not without challenges. Susanto has faced various problems, such as weather changes, pest attacks, and plummeting selling prices. But, for him it was part of the life of a farmer. "The important thing is not to give up on finding a solution," he said steadily. From the results of farming, he managed to buy an additional land of 2.5 hectares. However, for him the greatest happiness of farming was not just material, but the satisfaction of seeing his crops flourish and benefit many people.
Quote
Perubahan cuaca adalah tantangan terbesar dalam bertani, tapi jangan menyerah.
Weather change is the biggest challenge in farming, but don't give up.
Sutriono (Banyuwangi)
Tumbuh Bersama dengan 70 Petani Binaan
Growing Together with 70 Fostered Farmers
Sejak usia 20 tahun, Sutriono sudah mantap memilih jalan hidupnya: bertani. Ia memulai dengan menanam buah naga, tomat, dan cabai sebelum akhirnya merambah ke tanaman padi. Perlahan tapi pasti, usahanya terus berkembang. Luasan lahan garapannya pun terus bertambah. Kini, ia mengelola lahan seluas tiga hektare.
Since the age of 20, Sutriono has steadily chosen his way of life: farming. He started by planting dragon fruit, tomatoes, and chili peppers before finally expanding into rice plants. Slowly but surely, his business continues to grow. The area of cultivated land continues to grow. Now, he manages three hectares of land.
Namun, bertani bukan perkara mudah bagi Sutriono. "Hujan berkepanjangan pernah membuat saya gagal panen, belum lagi kesalahan teknis yang merugikan," kenang Sutriono. Tapi, bagi Sutriono, kegagalan bukan alasan untuk berhenti. Ia terus belajar, memperbaiki teknik bertani, dan mencari cara terbaik agar usahanya tetap bertahan. Hingga akhirnya kesuksesan menghampirinya.
However, farming is not an easy matter for Sutriono. "Prolonged rain once made me fail to harvest, not to mention a detrimental technical error," Sutriono recalled. But, for Sutriono, failure is not a reason to quit. He continues to learn, improve farming techniques, and find the best way to keep his business afloat. Until finally success came to him.
"Bagi saya, kesuksesan tak hanya diukur dari panen yang melimpah, tetapi juga dari manfaat yang bisa saya berikan kepada orang lain," tutur Sutriono. Kini, ada sekitar 70 petani binaan yang ikut tumbuh bersamanya. Melihat mereka berkembang adalah kebahagiaan tersendiri. Baginya, kunci utama bertani adalah ketulusan. “Kalau kita mencintai pekerjaan ini dengan ikhlas, hasilnya pasti baik,” ujarnya. Baginya, bertani bukan sekadar pekerjaan—tetapi bagian dari hidup yang dijalani dengan penuh semangat dan rasa syukur.
"For me, success is not only measured by the bountiful harvest, but also by the benefits I can provide to others," said Sutriono. Now, there are around 70 fostered farmers who also grow with him. Seeing them thrive is a joy in itself. For him, the main key to farming is sincerity. "If we love this work sincerely, the results will be good," he said. For him, farming is not just a job—it's a part of life lived with passion and gratitude.
Quote
Melihat 70 petani binaan bisa berkembang adalah kebahagiaan tersendiri bagi Sutriono.
Seeing that 70 fostered farmers can develop is a happiness in itself for Sutriono.
Suwahono, Sulawesi Tengah
Suwahono, Central Sulawesi
Bermula dari Bertanam Semangka, Kini Merambah Perkebunan Kakao
Starting from Watermelon Planting, Now Encroaching on Cocoa Plantations
Semangka adalah salah satu buah potong favorit. Buah ini hampir selalu ada di menu resepsi pernikahan atau sajian makan siang di acara seminar. Peluang ini lah yang ditangkap oleh Suwahono, petani asal Parigi Moutong, Sulawesi Tenggara. Sebenarnya, ia telah mengenal dunia pertanian sejak usia 15 tahun dengan membantu orang tuanya. Namun, ia mulai benar-benar fokus menanam semangka sejak sebelas tahun lalu. Sebelum semangka, ia juga pernah membudidayakan berbagai jenis sayuran, seperti cabai, tomat, dan mentimun.
Watermelon is one of the favorite cut fruits. This fruit is almost always on the menu of wedding receptions or lunch at seminars. This opportunity was seized by Suwahono, a farmer from Parigi Moutong, Southeast Sulawesi. Actually, he has been familiar with the world of agriculture since the age of 15 by helping his parents. However, he started to really focus on growing watermelons eleven years ago. Before watermelon, he also cultivated various types of vegetables, such as chili, tomatoes, and cucumbers.
Keputusannya untuk menanam semangka didasarkan pada berbagai pertimbangan, mulai dari biaya yang lebih terjangkau, teknik kultivasi yang relatif mudah, hingga harga jual yang cukup menguntungkan. Ia mengelola lahan terbuka seluas 5.000 meter persegi tanpa menggunakan teknologi rumah kaca (greenhouse). Dalam setiap 20 hari, ia mampu memanen sekitar 11 hingga 16 ton semangka, dengan harga jual sekitar Rp4.500 per kilogram.
His decision to grow watermelon was based on a variety of considerations, ranging from more affordable costs, relatively easy cultivation techniques, to a fairly favorable selling price. He manages 5,000 square meters of open land without using greenhouse technology. In every 20 days, he is able to harvest around 11 to 16 tons of watermelons, with a selling price of around Rp4,500 per kilogram.
Meski bertani membawa banyak keuntungan, Suwahono tidak terlepas dari tantangan. Peristiwa paling berat yang pernah ia alami adalah bencana tsunami di Palu. "Saat itu saya berhenti bertani selama delapan bulan karena semangka betul-betul tidak terserap pasar," kenang Suwahono. Namun, ia tidak menyerah. Dengan tekad kuat, perlahan ia membangun kembali usahanya. Kerja kerasnya pun membuahkan hasil. Dari bertani semangka, ia mampu memperoleh pendapatan hingga Rp70–80 juta per musim tanam, membangun rumah, serta menabung. "Dari bertani semangka, saya juga bisa membeli lahan baru seluas 1,5 hektare untuk menanam kakao di lokasi yang berbeda," pungkasnya.
Although farming brings many benefits, Suwahono is inseparable from challenges. The most severe event he has ever experienced was the tsunami disaster in Palu. "At that time, I stopped farming for eight months because watermelon was really not absorbed by the market," Suwahono recalled. However, he did not give up. With strong determination, he slowly rebuilt his business. His hard work also paid off. From watermelon farming, he is able to earn up to IDR 70-80 million per planting season, building a house, and saving. "From farming watermelons, I can also buy a new 1.5 hectare of land to grow cocoa in different locations," he concluded.
Quote
Bencana tsunami di Palu membuat usaha semangka terpuruk, tapi Suwahono kembali bangkit.
The tsunami disaster in Palu made the watermelon business slump, but Suwahono recovered.
Syafrizal, Payakumbuh - Sumatera Barat
Syafrizal, Payakumbuh - West Sumatra
Bangkit Kembali Setelah Gagal Panen Akibat Serangan Jamur Batang
Bounced Back After Crop Failure Due to Stem Fungus Attack
Syafrizal adalah seorang petani terung berpengalaman. Ia mulai menekuni dunia pertanian sejak usianya masih 25 tahun. Lingkungan tempat tinggalnya memberikan dukungan penuh terhadap pilihannya untuk bertani.
Syafrizal is an experienced eggplant farmer. He began to pursue the world of agriculture since he was 25 years old. The environment in which he lived provided full support to his choice to farm.
Sebelum terung, Syafrizal menanam cabai. Namun, kemudian beralih ke terung karena proses penanamannya yang lebih sederhana. "Dengan luas lahan 3.000 meter, saya pernah memanen terung hingga 11 ton," tutur Syafrizal. Bertanam terung bukan tanpa tantangan. Seperti komoditas pertanian lainnya, harga jual terung pun berfluktuasi. "Pernah harganya mencapai Rp11 ribu per kilogram pada tahun 2004, tapi pernah juga jatuh di titik terendah, yaitu Rp2 ribu," kenang Syafirzal. "Saya juga pernah gagal panen akibat jamur batang," lanjutnya. Untuk mengatasi masalah jamur tersebut, Syafrizal menggunakan disinfektan fungi, seperti Amotan dan Gismo. Dengan cara ini, lahannya tetap produktif dan aman dari serangan jamur.
Before eggplant, Syafrizal planted chili. However, it later switched to eggplant due to its simpler planting process. "With a land area of 3,000 meters, I have harvested eggplants up to 11 tons," said Syafrizal. Planting eggplants is not without challenges. Like other agricultural commodities, the selling price of eggplant fluctuates. "Once the price reached Rp11 thousand per kilogram in 2004, but it also fell at the lowest point, which was Rp2 thousand," Syafirzal recalled. "I have also failed to harvest due to stem mushrooms," he continued. To overcome the fungal problem, Syafrizal uses fungi disinfectants, such as Amotan and Gismo. In this way, the land remains productive and safe from fungal attacks.
Masa kesuksesan pun menghampiri Syafrizal. Dari hasil bertani terung, kini ia telah membuka toko pertanian, memperluas lahan, membangun rumah, dan membiayai pendidikan anaknya hingga ke perguruan tinggi. "Kesuksesan tidak hanya diukur dari seberapa materi yang saya dapat," tutur Syafrizal. Dari bertani, ia juga merasakan kepuasan yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata karena dapat membantu masyarakat sekitar melalui ilmunya di bidang pertanian. Lebih jauh Syafrizal mengatakan bahwa baginya, bertani lebih dari sekadar sumber penghasilan, tetapi ini adalah perjalanan yang sarat makna.
The period of success also came to Syafrizal. From the results of eggplant farming, now he has opened an agricultural shop, expanded the land, built a house, and financed his children's education to college. "Success is not only measured by how much material I get," said Syafrizal. From farming, he also felt a satisfaction that cannot be expressed in words because he could help the surrounding community through his knowledge in the field of agriculture. Furthermore, Syafrizal said that for him, farming is more than just a source of income, but it is a journey full of meaning.
Quote
Bagi Syafrizal, bertani bukan sekadar sumber penghasilan, tetapi ini adalah perjalanan yang sarat makna.
For Syafrizal, farming is not just a source of income, but it is a journey full of meaning.
Wilis Riyanto, Lampung
Mampu Menyekolahkan Anaknya Hingga Jenjang S2 Berkat Berkebun Tomat
Able to send her children to school up to the S2 level thanks to tomato gardening
Wilis Riyanto telah menekuni profesi petani sejak tahun 1999. “Saya mulai bertani sejak kecil karena sudah dibiasakan oleh orang tua. Lingkungan sekitar yang mayoritas petani juga membuat saya semakin termotivasi,” ujarnya. Awalnya, petani asal Lampung menanam tomat varietas Arthaloka. Namun setelah menemukan kelemahan pada varietas tersebut, ia beralih ke Martha F1 atas saran pendamping lapangan dari Panah Merah. Willis mengebunkan tomatnya di atas lahan seluas 3.000 meter. Berkat ketekunannya, usaha pertaniannya mulai berkembang. Kini, lahan yang dikelolanya bertambah menjadi 3 hektare. Dari lahan tersebut, ia berhasil memanen tomat hingga 60 ton per hektare. “Harga jual rata-rata sekitar 12 ribu per kilogram,” tambahnya.
Wilis Riyanto has been pursuing the farming profession since 1999. "I started farming since I was a child because my parents used to it. The surrounding environment, which is mostly farmers, also makes me even more motivated," he said. Initially, farmers from Lampung planted Arthaloka varieties of tomatoes. But after discovering weaknesses in the variety, he switched to Martha F1 on the advice of a field companion from the Red Arrows. Willis grows his tomatoes on an area of 3,000 meters. Thanks to his perseverance, his farming business began to flourish. Now, the land he manages has increased to 3 hectares. From this land, he managed to harvest tomatoes up to 60 tons per hectare. "The average selling price is around 12 thousand per kilogram," he added.
Namun, perjalanan bertaninya tidak selalu mulus. Serangan virus pada tomatnya dari tahun 2009 hingga 2011 membuat Wilis tak berdaya. “Saat itu, modal saya sempat oleng,” kenangnya. Wilis tak patah semangat. Ia kembali bangkit. Bermodalkan pinjaman dari bank, pada tahun 2019 ia mulai berkebun lagi. Namun, kali ini ia mengganti bibit lama dengan yang lebih tahan serangan virus, yaitu bibit Delta Villa.
However, his farming journey has not always been smooth. A viral attack on his tomatoes from 2009 to 2011 left Wilis helpless. "At that time, my capital was shaky," he recalled. Willis was not discouraged. He got up again. With a loan from the bank, in 2019 he started gardening again. However, this time he replaced the old seeds with a more resistant one to the virus attack, namely Delta Villa seeds.
Jiwa pantang menyerahnya pun membuahkan hasil. Dari hasil panen tomatnya, ia bisa membangun rumah dan membeli mobil untuk operasional. Satu hal yang lebih membahagiakan, Wilis berhasil menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang universitas. “Alhamdulillah, sekarang anak saya ada yang mau S2,” katanya bangga. Baginya, kunci sukses dalam bertani adalah keuletan dan pantang menyerah.
His unyielding spirit also paid off. From his tomato harvest, he can build a house and buy a car for operations. One thing that is happier, Wilis managed to send his children to university school. "Alhamdulillah, now my son wants to do S2," he said proudly. For him, the key to success in farming is tenacity and never giving up.
Quote
Keuletan dan pantang menyerah dalam berkebun tomat membawa Wilis pada kesuksesan.
Tenacity and unyielding in tomato gardening brought Wilis to success.
Wiyadi, Magelang - Jawa Tengah
Copyright © 2019 Java. All Rights Reserved.
Pernah Rugi 1,3 Miliar Karena Curah Hujan yang Tinggi
Once Lost 1.3 Billion Due to High Rainfall
Sawangan, Kabupaten Magelang adalah daerah yang cocok untuk bertanam berbagai macam sayuran. Banyak warganya yang memilih menjadi petani dengan menanam berbagai komoditas hortikultura di kaki Gunung Merbabu tersebut. Salah satunya adalah Wiyadi. Ia telah menggeluti dunia pertanian sejak tahun 2000. “Kalau dihitung, berarti sekarang sudah sekitar 25 tahun saya bertani,” ujarnya. Di lahan seluas 3.000 hingga 5.000 meter, ia menanam berbagai komoditas, seperti cabai keriting, kacang panjang, tomat, dan mentimun. “Hasil panen cabai bisa mencapai satu ton, dengan harga jual rata-rata 10 ribu per kilogram,” tambahnya.
Sawangan, Magelang Regency is an area suitable for growing various kinds of vegetables. Many of its residents choose to become farmers by planting various horticultural commodities at the foot of Mount Merbabu. One of them is Wiyadi. He has been involved in the world of agriculture since 2000. "If you calculate, it means that I have been farming for about 25 years now," he said. On an area of 3,000 to 5,000 meters, he grows various commodities, such as curly chilies, long beans, tomatoes, and cucumbers. "The chili harvest can reach one ton, with an average selling price of 10 thousand per kilogram," he added.
Namun, perjalanan bertaninya tidak selalu mulus. Wiyadi pernah mengalami kegagalan panen akibat curah hujan yang tinggi. “Tanaman menjadi layu karena terlalu banyak air. Padahal, saat itu tanamannya sudah siap panen dan harga sedang bagus,” kenangnya. Tak tanggung-tanggung, kerugiannya saat itu mencapai 1,3 miliar. Meski begitu, ia tidak menyerah. “Saya sudah merencanakan dalam waktu satu hingga tiga bulan kemudian harus mulai tanam lagi dengan memperbaiki pola tanam,” katanya.
However, his farming journey has not always been smooth. Wiyadi once experienced crop failure due to high rainfall. "Plants wither because there is too much water. In fact, at that time the crops were ready to harvest and the price was good," he recalled. Unmitigatedly, the loss at that time reached 1.3 billion. Even so, he did not give up. "I have planned within one to three months to start planting again by improving the planting pattern," he said.
Setelah melalui serangkaian jatuh bangun, kini Wiyadi telah memetik hasil manis dari berkebun. Ia berhasil memperluas lahan dari 3.000 meter menjadi 10 hektar, membangun rumah, serta membeli kendaraan. Tak hanya itu, untuk membantu mengurus kebunnya, ia juga memberdayakan sekitar 30 pekerja dari lingkungan sekitar. Baginya, kunci sukses bertani adalah perencanaan yang matang dan ketekunan dalam menghadapi tantangan.
After going through a series of ups and downs, Wiyadi has now reaped sweet fruits from gardening. He managed to expand the land from 3,000 meters to 10 hectares, build a house, and buy a vehicle. Not only that, to help take care of his garden, he also empowered around 30 workers from the surrounding environment. For him, the key to successful farming is careful planning and perseverance in facing challenges.
Quote
Kunci sukses bertani ala Wiyadi adalah perencanaan yang matang dan ketekunan dalam menghadapi tantangan.
The key to successful farming in the Wiyadi style is careful planning and perseverance in facing challenges.
Yesaya, Nusa Trenggara Timur
Isaiah, East Nusa Trenggara
Meraup Pendapatan Hingga Rp40 Juta dari Bertanam Jagung dan Mentimun
Reaping Income of Up to IDR 40 Million from Planting Corn and Cucumbers
Nusa Tenggara Timur (NTT) dianugerahi alam dengan iklim kering dan curah hujan rendah. Kondisi ini sangat cocok untuk bertanam jagung. Tak heran jika banyak penduduk NTT yang berprofesi sebagai petani dengan menanam jagung. Termasuk juga dengan Yeyasa. Sejak remaja, ia sudah mantap memilih jalan hidup sebagai petani. Begitu lulus SMP, tanpa ragu ia terjun ke dunia pertanian. Bukan karena paksaan, melainkan keinginan sendiri. “Saya memang ingin bertani sejak kecil,” ujarnya dengan penuh keyakinan.
East Nusa Tenggara (NTT) is blessed with a dry climate and low rainfall. This condition is very suitable for growing corn. It is not surprising that many NTT residents work as farmers by planting corn. Including Yeyasa. Since he was a teenager, he has steadily chosen his way of life as a farmer. As soon as he graduated from junior high school, without a doubt he entered the world of agriculture. Not because of coercion, but because of one's own desire. "I have wanted to farm since I was a child," he said with confidence.
Di atas lahan seluas satu hektare, ia menanam jagung manis dan mentimun. Dari hasil panennya, ia bisa meraup pendapatan sekitar Rp40 juta. Di balik kesuksesannya, ia pernah menghadapi masa sulit. Kala itu harga hasil panennya jatuh drastis. “Harganya anjlok sampai seribu rupiah per kilogram. Rasanya berat sekali,” kenangnya. Menghadapi situasi itu, ia memilih untuk berhenti sejenak, menunggu waktu yang lebih baik sebelum kembali menanam.
On an area of one hectare, he grows sweet corn and cucumbers. From his harvest, he can reap an income of around IDR 40 million. Behind his success, he has faced a difficult time. At that time, the price of the crop fell drastically. "The price has plummeted to one thousand rupiah per kilogram. It felt very heavy," he recalled. Faced with the situation, he chose to pause, waiting for a better time before returning to planting.
Perlahan, ia bangkit kembali, memperbaiki strategi, dan melanjutkan usahanya. Kerja kerasnya terbayar lunas, ia berhasil membeli mobil dan menyekolahkan ketiga anaknya. “Bisa melihat anak-anak sekolah dengan layak, itu kebahagiaan terbesar bagi saya,” katanya dengan mata berbinar. Baginya, bertani bukan sekadar pekerjaan, tetapi jalan hidup yang menuntut kesabaran, ketekunan, dan strategi. Ia percaya, siapa pun yang mau berusaha dan tidak mudah menyerah, pasti akan menuai hasil di kemudian hari.
Slowly, he bounced back, refined his strategy, and continued his efforts. Her hard work paid off, she managed to buy a car and send her three children to school. "Being able to see the school children properly, that's the greatest happiness for me," she said with twinkling eyes. For him, farming is not just a job, but a way of life that requires patience, perseverance, and strategy. He believes that anyone who is willing to try and not give up easily, will definitely reap results in the future.
Quote
Siapa pun yang mau berusaha dan tidak mudah menyerah, pasti akan menuai hasil di kemudian hari.
Anyone who is willing to try and not give up easily, will definitely reap results in the future.
Yon, Gresik - Jawa Timur
Yon, Gresik - East Java
Banyak Belajar dari Para Ahli Pertanian Adakah Kunci Keberhasilan
Learning a Lot from Agricultural Experts Is the Key to Success
Sejak kecil, Yon sudah akrab dengan dunia pertanian. “Saya bertani karena lingkungan dan keluarga mendukung saya,” katanya. Kini, petani asal Gresik itu mengelola sekitar 200 hektare lahan dan menanaminya dengan bayam, semangka, mentimun, pare, serta melon. Dari kebunnya tersebut, ia mampu memanen 30 hingga 120 ton.
Since childhood, Yon has been familiar with the world of agriculture. "I farm because the environment and my family support me," he said. Now, the farmer from Gresik manages about 200 hectares of land and grows it with spinach, watermelon, cucumber, bitter melon, and melon. From his garden, he was able to harvest 30 to 120 tons.
Jatuh bangun pernah dilalui Yon dalam menjalankan usaha taninya. “Gagal panen? Pernah. Cuaca buruk, penyakit, banjir, dan kekeringan. Semua itu sudah saya alami,” ujarnya. Meski begitu, ia tidak menyerah. “Saya belajar dari pengalaman, mencari cara agar tetap bertahan.” Kerja kerasnya pun berbuah manis. “Alhamdulillah, saya bisa menyekolahkan anak-anak sampai lulus universitas,” katanya bangga. Selain materi, kebahagiaannya juga datang dari ilmu. “Saya banyak belajar dari para ahli pertanian, itu hal yang sangat saya syukuri,” lanjut Yon.
Yon has gone through ups and downs in running his farming business. "Failed harvest? Ever. Bad weather, disease, floods, and droughts. I have experienced all of that," he said. Even so, he did not give up. "I learned from experience, looking for ways to stay afloat." His hard work also bore fruit. "Alhamdulillah, I can send my children to school until they graduate from university," he said proudly. In addition to material, his happiness also comes from knowledge. "I learned a lot from agricultural experts, that's something I'm very grateful for," Yon continued.
Ketika ditanya kunci suksesnya, Yon tersenyum. “Terus belajar dan jangan malu menimba ilmu. Dalam pertanian, atau apa pun, kita tidak boleh berhenti belajar.” Ia juga memiliki prinsip yang selalu dipegang teguh: “Kamu tidak akan pernah dikhianati oleh perjuanganmu sendiri.” Dengan semangat itu, Yon terus maju, menghadapi tantangan, dan menjadikan pertanian sebagai bagian dari hidupnya yang penuh makna.
When asked the key to his success, Yon smiled. "Keep learning and don't be ashamed to gain knowledge. In agriculture, or whatever, we must not stop learning." He also had a principle that he always held firmly: "You will never be betrayed by your own struggles." With that spirit, Yon keeps moving forward, facing challenges, and making farming a meaningful part of his life.
Quote
Kamu tidak akan pernah dikhianati oleh perjuanganmu sendiri.
You will never be betrayed by your own struggles.