Abstrak
Abstract
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara di Indonesia dan memainkan peran penting dalam stabilitas fiskal. Pemerintah menaikkan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada April 2022 dan berencana meningkatkannya menjadi 12% pada 2025. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan tersebut terhadap penerimaan pajak dan stabilitas ekonomi nasional. Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif berbasis data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Keuangan, penelitian ini mengevaluasi hubungan antara kenaikan tarif PPN, tingkat inflasi, daya beli masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi.
Value Added Tax (VAT) is one of themainsources of state revenue in Indonesia and playsan importantroleinfiscal stability. The governmentraised the VAT rate from 10% to 11% in April 2022 and plansto increase itto 12% by 2025. This studyaimstoanalyze the impactof thesepoliciesontax revenues and national economic stability. Using a quantitativeapproachbased on secondary data from the Central Statistics Agency (BPS) and the Ministry of Finance, this studyevaluates therelationshipbetweenthe increase in VAT rates, the inflation rate, people's purchasing power, and economic growth.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan tarif PPN berkontribusi signifikan terhadap peningkatan penerimaan negara, dari Rp500 triliun pada 2020 menjadi Rp687,61 triliun pada 2022. Namun, kebijakan ini juga berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa, yang memicu inflasi tahunan rata-rata 2,5%–3,0% serta menekan daya beli masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah. Analisis regresi linier menunjukkan adanya korelasi positif antara kenaikan tarif PPN dan penerimaan pajak, tetapi juga mengungkapkan risiko kontraksi konsumsi yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Selain itu, survei persepsi konsumen mengindikasikan bahwa 74,4% responden merasa terbebani dengan kenaikan PPN, yang berpotensi mengurangi konsumsi barang sekunder dan tersier.
The results of the studyshowthat the increase in VAT rates contributessignificantlytothe increase in state revenue, from IDR 500 trillion in 2020 to IDR 687.61 trillion in 2022. However, this policy also has an impact on increasingthe price ofgoods and services, which triggers an average annual inflation of 2.5%–3.0% andsuppresses people's purchasing power, especiallythe income grouplow. Linearregression analysis showsapositivecorrelationbetweenVAT rate increases and tax revenues, but also revealsthe risk ofconsumption contraction that couldhamper economicgrowthinthe long run. In addition, aconsumerperception survey indicatesthat 74.4% of respondentsfeelburdenedby the increase in VAT, which has the potentialto reducethe consumption of secondary and tertiary goods.
Implikasi kebijakan dari temuan ini menekankan perlunya strategi mitigasi yang lebih seimbang, termasuk subsidi bagi kelompok rentan, insentif pajak untuk sektor usaha kecil dan menengah (UKM), serta kebijakan fiskal adaptif guna mencegah dampak negatif terhadap perekonomian. Dengan demikian, kebijakan perpajakan perlu dirancang dengan mempertimbangkan keseimbangan antara peningkatan penerimaan negara dan stabilitas ekonomi masyarakat secara berkelanjutan.
Thepolicy implications ofthesefindingsemphasize theneed for a morebalanced mitigation strategy, includingsubsidiesforvulnerable groups, tax incentivesforthe small and medium enterprises (SMEs) sector, andadaptivefiscalpoliciestopreventnegativeimpactsonthe economy. Thus, tax policiesneed tobe designedbyconsideringthe balancebetweenincreasing state revenue and sustainableeconomic stability.
Kata Kunci
Keywords
PPN, Penerimaan Pajak, Stabilitas Ekonomi, Inflasi, Daya Beli, Konsumsi, Kebijakan Fiskal, Pertumbuhan Ekonomi.
VAT, Tax Revenue, Economic Stability, Inflation, Purchasing Power, Consumption, Fiscal Policy, Economic Growth.
Pendahuluan
Introduction
Latar Belakang
Background
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu sumber utama penerimaan pajak di Indonesia, berkontribusi signifikan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada tahun 2022, pemerintah Indonesia menaikkan tarif PPN dari 10% menjadi 11%, dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku, tarif ini dijadwalkan naik kembali menjadi 12% pada Januari 2025.
Value Added Tax (VAT) is one of themainsources of tax revenue in Indonesia, contributingsignificantlyto the State Revenue and Expenditure Budget (APBN). In 2022, the Indonesian government increased the VAT rate from 10% to 11%, and in accordancewith applicable laws, this rateis scheduled to rise againto 12% in January 2025.
Kenaikan tarif PPN ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dan memperbaiki struktur fiskal pasca pandemi COVID-19. Namun, perubahan tarif ini menimbulkan kekhawatiran terkait dampaknya terhadap stabilitas ekonomi, inflasi, dan daya beli masyarakat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kenaikan PPN dapat mempengaruhi harga barang dan jasa, yang berpotensi meningkatkan inflasi dan menekan daya beli, terutama pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
This increase in VAT rates aimstoincrease state revenue and improvethe fiscalstructureafter the COVID-19 pandemic.However, this tariff changeraisesconcernsregardingits impactoneconomic stability, inflation, and people's purchasing power. Somestudieshave shownthat VAT increases canaffectthe prices of goods and services, potentially increasinginflation and depressingpurchasing power, especially in the publiclow-income.
Mengingat peran vital PPN dalam penerimaan negara dan potensi dampaknya terhadap perekonomian, penting untuk mengevaluasi secara komprehensif bagaimana kenaikan tarif PPN mempengaruhi penerimaan pajak dan stabilitas ekonomi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan penelitian terkait dampak spesifik kenaikan tarif PPN terhadap indikator ekonomi makro dan kesejahteraan masyarakat.
Given the vital role of VAT in state revenue and its potentialimpactonthe economy, it is importanttocomprehensivelyevaluatehowVAT rate increases affecttax revenues and stabilityeconomy in Indonesia. This researchaimstofilltheresearch gap related to the specificimpact of the increase in VAT rates on macroeconomic indicators and community welfare.
Secara teori, kenaikan tarif pajak konsumsi seperti PPN dapat meningkatkan penerimaan negara, namun juga berpotensi menurunkan konsumsi rumah tangga akibat peningkatan harga barang dan jasa. Penurunan konsumsi ini dapat berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi. Kenaikan tarif PPN menjadi 12% berpotensi menurunkan Produk Domestik Bruto (PDB) nominal sebesar 0,8% dan meningkatkan jumlah penduduk miskin sebanyak 267.279 jiwa.
Intheory, an increase in consumptiontaxratessuch as VAT canincrease state revenue, but also has the potentialto reducehouseholdconsumptiondue toincreasedprices of goods and services. This decreasein consumptioncanhave a negative impact on economic growth. Raising the VAT rate to 12% has the potentialto reduce the nominal Gross Domestic Product (GDP) by 0.8% and increase the number of poor people by 267,279 people.
Beberapa penelitian telah mengeksplorasi dampak kenaikan tarif PPN di Indonesia. (Miki, n.d.) menemukan bahwa kenaikan tarif PPN dapat meningkatkan pendapatan negara, namun juga berpotensi meningkatkan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat. Selain itu, (Amores et al., 2025) menyatakan bahwa kenaikan tarif PPN mempengaruhi harga barang dan jasa, yang berpotensi meningkatkan inflasi dan menekan daya beli, terutama pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Severalstudieshaveexploredthe impact of rising VAT rates in Indonesia. (Mickey, n.d.)foundthatthe increase in VAT rates canincrease state revenue, but also have the potential to increaseinflation and reducepeople's purchasingpower. In addition, (Amores et al., 2025) statesthatthe increase in VAT rates affectsthe prices of goods and services, which has the potentialto increaseinflation and suppresspurchasing power, especially in thelow-income communities.
Meskipun penelitian sebelumnya telah membahas dampak kenaikan tarif PPN, terdapat keterbatasan dalam analisis yang mengintegrasikan berbagai indikator ekonomi makro dan mikro secara komprehensif. Selain itu, penelitian terkait dampak jangka panjang kenaikan tarif PPN terhadap stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat masih terbatas.
Althoughpreviousresearchhasaddressedthe impact of rising VAT rates, there arelimitationsinthe analysis that comprehensively integratesvariousmacro and microeconomicindicators. In addition, researchrelated to the long-termimpact of the VAT rate increase oneconomic stability and public welfareis stilllimited.
Penelitian ini menawarkan kebaruan dengan mengadopsi pendekatan holistik yang mengintegrasikan analisis dampak kenaikan tarif PPN terhadap penerimaan pajak, inflasi, daya beli masyarakat, dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Pendekatan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai implikasi kebijakan kenaikan tarif PPN.
This researchoffersnoveltybyadoptinga holistic approach that integratesthe analysis of the impact of VAT rate increases ontax revenue, inflation, people's purchasing power, and stabilityeconomy as awhole. This approachis expectedtoprovide a morecomprehensiveunderstanding of the policy implications of the VAT rate increase.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam pengambilan kebijakan fiskal di Indonesia dengan menyediakan data empiris terkait dampak kenaikan tarif PPN. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan perpajakan yang seimbang antara peningkatan penerimaan negara dan menjaga stabilitas ekonomi serta kesejahteraan masyarakat.
This researchis expectedtomakea significantcontributiontofiscal policymaking in Indonesia byproviding empirical data on the impact of VAT rate increases. The results of this researchcanbe areferenceforthe governmentinformulating a balanced tax policybetweenincreasing state revenue and maintainingeconomicstabilityandcommunity welfare.
Rumusan Masalah
Problem Formulation
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, penelitian ini bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan utama, yaitu:
Based on the background that has beenpresented, this researchaimstoanswerseveralmain questions, namely:
Bagaimana dampak kenaikan tarif PPN terhadap penerimaan pajak di Indonesia?
Whatis the impact of the increase in VAT rates ontax revenue in Indonesia?
Bagaimana pengaruh kenaikan tarif PPN terhadap inflasi dan daya beli masyarakat?
Howdoesthe increase in VAT rates affectinflation and people's purchasing power?
Bagaimana hubungan antara kenaikan tarif PPN dengan stabilitas ekonomi di Indonesia?
What isthe relationshipbetween the increase in VAT rates andeconomic stability in Indonesia?
Apakah kenaikan tarif PPN memberikan dampak yang berbeda terhadap kelompok pendapatan masyarakat yang berbeda?
Does the increase in VAT rates have a differentimpact on different income groupsof people?
Strategi kebijakan apa yang dapat diterapkan untuk meminimalkan dampak negatif kenaikan tarif PPN terhadap ekonomi?
What policy strategies can beimplementedtominimize thenegativeimpact of rising VAT rates on theeconomy?
Tujuan Penelitian
Research Objectives
Penelitian ini bertujuan untuk:
This researchaimsto:
Menganalisis dampak kenaikan tarif PPN terhadap penerimaan pajak di Indonesia.
Analyzethe impact of the increase in VAT rates ontax revenues in Indonesia.
Mengkaji pengaruh kenaikan tarif PPN terhadap inflasi dan daya beli masyarakat.
Examiningthe effect ofthe increase in VAT rates oninflation and people's purchasing power.
Menilai hubungan antara kenaikan tarif PPN dengan stabilitas ekonomi nasional.
Assessthe relationshipbetweenthe increase in VAT rates andnational economicstability.
Menyelidiki dampak kenaikan tarif PPN terhadap kelompok masyarakat berdasarkan tingkat pendapatannya.
Investigate theimpact of VAT rate increases oncommunity groupsbased ontheir income levels.
Memberikan rekomendasi kebijakan yang dapat mengoptimalkan penerimaan pajak tanpa mengganggu stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Providepolicy recommendations that canoptimizetaxrevenuewithoutdisturbingeconomic stability and community welfare.
Manfaat Penelitian
Research Benefits
Manfaat Teoretis
Theoretical Benefits
Menambah wawasan akademik mengenai dampak perubahan tarif PPN dalam konteks ekonomi makro dan mikro.
Addingacademicinsighton the impactof VATrate changes in themacro and micro economic context.
Memberikan kontribusi pada pengembangan teori perpajakan terkait keseimbangan antara penerimaan negara dan stabilitas ekonomi.
Contributing to the developmentof taxtheoriesrelated tothe balancebetween state revenue and economic stability.
Manfaat Praktis
Practical Benefits
Menyediakan informasi bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan perpajakan yang lebih efektif dan berkelanjutan.
Providinginformationforthe governmentinformulating more effective and sustainable tax policies.
Memberikan wawasan bagi pelaku usaha mengenai dampak kebijakan PPN terhadap harga barang/jasa dan daya beli konsumen.
Providinginsightforbusinessactorsregardingthe impact of VAT policy onthe price ofgoods/services and consumer purchasing power.
Memberikan gambaran bagi masyarakat mengenai potensi dampak perubahan tarif PPN terhadap kondisi ekonomi mereka.
Provide an overviewforthe publicabout the potentialimpactof changes in VAT rates ontheir economicconditions.
Manfaat Kebijakan
Policy Benefits
Membantu pemerintah dalam merumuskan kebijakan fiskal yang seimbang antara peningkatan penerimaan pajak dan menjaga daya beli masyarakat.
Assistingthe governmentinformulatingfiscal policies that are balancedbetweenincreasingtax revenue and maintaining people's purchasing power.
Memberikan rekomendasi terkait mitigasi dampak negatif kenaikan PPN melalui subsidi atau kebijakan fiskal lainnya.
Providerecommendationsrelated tomitigatingthe negativeimpact of VAT increases throughsubsidiesorother fiscalpolicies.
Kajian Literatur dan Landasan Teori
Literature Review and Theoretical Foundations
1. Teori Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
1. Value Added Tax (VAT) Theory
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan pada setiap tahap produksi dan distribusi barang dan jasa. PPN merupakan pajak tidak langsung yang dibebankan kepada konsumen akhir, sementara pelaku usaha bertindak sebagai pemungut pajak. Dalam teori perpajakan, PPN dikategorikan sebagai pajak konsumsi yang memiliki sifat netral, karena tidak mempengaruhi keputusan produksi dan investasi secara signifikan (Qi et al., 2024).
Value Added Tax (VAT) is atax imposed at everystage of production and distributionof goods and services. VAT is an indirect tax charged tothe end consumer, whilebusiness actorsactas tax collectors. In taxation theory, VAT is categorizedasa consumption tax that has a neutral nature, as itdoes notsignificantly affectproduction and investmentdecisions (Qi et al., 2024).
Dalam skema PPN, pajak yang dibayar oleh produsen atau pedagang dapat dikreditkan dengan pajak yang mereka pungut dari konsumen. Konsep ini dikenal dengan istilah mekanisme kredit pajak (tax credit mechanism), yang membantu menghindari pajak berganda dan memastikan bahwa hanya nilai tambah yang dikenai pajak. Secara matematis, PPN dapat dihitung dengan rumus berikut:
In a VAT scheme, the taxes paid by producersortraderscan becreditedwith thetaxes theycollectfromconsumers. This conceptis knownasthe tax credit mechanism, which helpsavoiddouble taxation and ensuresthatonlyadded value is taxed. Mathematically, VAT can becalculatedbythe following formula:
Jika tarif PPN meningkat, maka total harga barang yang dibayar oleh konsumen juga meningkat. Berdasarkan data yang tersedia, pemerintah Indonesia telah menaikkan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada April 2022 dan berencana menaikkannya menjadi 12% pada Januari 2025.
If the VAT rate increases, then the total price ofgoods paid by consumers also increases. Based on available data, the Indonesian government hasraised the VAT rate from 10% to 11% in April 2022 and plans to raise itto 12% in January 2025.
Dampak Kenaikan Tarif PPN terhadap Penerimaan Pajak
The Impactof the Increase in VAT Rates onTax Revenue
Dari perspektif fiskal, kenaikan tarif PPN berpotensi meningkatkan penerimaan pajak negara. Berdasarkan data penerimaan PPN di Indonesia tahun 2022, terlihat adanya peningkatan penerimaan yang signifikan seiring dengan kenaikan tarif pajak. Pada tahun 2020, penerimaan PPN dan PPnBM tercatat sebesar Rp500 triliun, meningkat menjadi Rp550 triliun pada 2021, dan mencapai Rp687,61 triliun pada 2022.
From afiscal perspective, an increase in VAT rates has the potentialto increase state tax revenue. Based on VAT revenue data in Indonesia in 2022, there has been a significantincrease in revenue in line with the increasein tax rates. In 2020, VAT and PPnBM revenues were recordedat IDR 500 trillion, increasingto IDR 550 trillion in 2021, and reaching IDR 687.61 trillion in 2022.
Namun, teori ekonomi menunjukkan bahwa kenaikan tarif PPN dapat menyebabkan efek kontraproduktif jika daya beli masyarakat menurun akibat harga barang dan jasa yang lebih tinggi. Kenaikan PPN menjadi 12% dapat mengurangi PDB nominal sebesar 0,8% dan meningkatkan jumlah penduduk miskin. Oleh karena itu, kebijakan fiskal yang diterapkan harus mempertimbangkan keseimbangan antara peningkatan penerimaan negara dan dampak terhadap konsumsi rumah tangga.
However, economic theorysuggeststhatan increase in VAT rates cancausea counterproductiveeffectifpeople'spurchasingpowerdecreasesdue tohigher prices of goods and services. Increasing VAT to 12% canreduce nominal GDP by 0.8% and increasethe number of poor people. Therefore, the fiscal policy implementedmustconsiderthe balancebetweenincreasing state revenues and the impactonhousehold consumption.
Dampak Kenaikan Tarif PPN terhadap Stabilitas Ekonomi
The Impactof the VAT Rate Increase onEconomic Stability
Secara makroekonomi, kenaikan tarif PPN dapat berdampak pada inflasi, daya beli masyarakat, dan stabilitas ekonomi. Berdasarkan data ekonomi makro, tingkat inflasi di Indonesia mengalami fluktuasi, dengan rata-rata inflasi tahunan sekitar 2,5%–3,0%. Kenaikan PPN dapat memberikan tekanan inflasi karena harga barang dan jasa cenderung meningkat.
Macroeconomically, the increase in VAT rates canhave an impact on inflation, people's purchasing power, and economic stability. Based on macroeconomic data, the inflation rate in Indonesia fluctuates, with an average annual inflationof around 2.5%-3.0%. Increases in VAT canputinflationarypressureon theprice ofgoods and services as prices of goods and servicestend toincrease.
Selain itu, daya beli masyarakat berpenghasilan rendah lebih rentan terhadap kebijakan pajak konsumsi. Data survei menunjukkan bahwa konsumen merespons kenaikan tarif PPN dengan berbagai cara: kelompok elastis mengurangi konsumsi, kelompok inelastis tetap berbelanja seperti biasa, sedangkan kelompok rasional mencari alternatif barang yang lebih murah. Hal ini menunjukkan bahwa dampak kenaikan PPN tidak merata di seluruh lapisan masyarakat.
In addition, the purchasing powerof low-incomepeopleis morevulnerabletoconsumption taxpolicies. Survey data showsthatconsumersrespond to the increase in VAT rates ina variety of ways: the elastic groupreducesconsumption, the inelastic group continuesto shopasusual, while the elastic group continues to shop as usual, while Rational groupsare looking forcheaper alternatives. Thisshowsthatthe impact of the VAT increase isuneven at alllevels ofsociety.
Untuk mengurangi dampak negatif kenaikan tarif PPN, pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk subsidi energi dan insentif industri padat karya. Namun, efektivitas kebijakan ini masih perlu dievaluasi untuk memastikan bahwa stabilitas ekonomi tetap terjaga sambil meningkatkan penerimaan negara.
Toreduce the negativeimpact of the increase in VAT rates, the governmenthasallocateda budgetforenergy subsidies and incentives forlabor-intensive industries. However, the effectiveness ofthispolicystillneeds tobe evaluatedtoensurethateconomicstabilityismaintainedwhileincreasing state revenue.
2. Teori Elastisitas Pajak
2. Tax Elasticity Theory
Pengertian dan Konsep Elastisitas Pajak
Definition and Concept of Tax Elasticity
Elastisitas pajak merupakan ukuran respons penerimaan pajak terhadap perubahan dalam basis pajaknya, seperti perubahan dalam Produk Domestik Bruto (PDB), konsumsi, atau tarif pajak itu sendiri. Secara umum, elastisitas pajak mengukur seberapa besar perubahan penerimaan pajak sebagai akibat dari perubahan kebijakan fiskal atau faktor ekonomi lainnya. Jika elastisitas pajak lebih besar dari 1, berarti penerimaan pajak meningkat lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi, sedangkan jika elastisitas kurang dari 1, penerimaan pajak meningkat lebih lambat daripada pertumbuhan ekonomi (Legler & Shapiro, 1968).
Tax elasticityis ameasure of the response of taxrevenuestochangesin its tax base, such aschangesinGross Domestic Product (GDP), consumption, orthe taxrateitself. Ingeneral, tax elasticitymeasureshowmuchtaxrevenue changes as a resultofchangesin fiscalpolicyorother economicfactors. If the tax elasticityisgreaterthan 1, it means thattaxrevenuesincreasefastercomparedtoeconomic growth, whereasifthe elasticity is lessthan 1, tax revenues increases moreslowlythaneconomic growth (Legler & Shapiro, 1968).
Secara matematis, elastisitas pajak dapat dirumuskan sebagai berikut:
Mathematically, tax elasticitycan beformulatedasfollows:
Keterangan:
Description:
Dalam konteks Pajak Pertambahan Nilai (PPN), elastisitas pajak sangat dipengaruhi oleh kebijakan tarif, konsumsi masyarakat, dan tingkat kepatuhan pajak. Berdasarkan data ekonomi makro yang diunggah, pertumbuhan konsumsi rumah tangga di Indonesia meningkat dari 2,5% pada 2020 menjadi 4,5% pada 2024. Namun, jika kenaikan tarif PPN mengurangi daya beli masyarakat, maka basis pajak dapat menyusut dan menurunkan elastisitas pajak.
In the context of Value Added Tax (VAT), tax elasticity is greatly influenced by tariff policies, public consumption, and tax compliance levels. Based on the macroeconomic data uploaded, household consumption growth in Indonesia increasedfrom 2.5% in 2020 to 4.5% in 2024.However, ifthe increase in VAT rates reduces people's purchasing power, then the tax base canshrink and reducetax elasticity.
Hubungan Elastisitas Pajak dengan Penerimaan Negara
The Relationshipof Tax Elasticity with State Revenue
Dalam teori ekonomi publik, elastisitas pajak yang tinggi menunjukkan bahwa sistem perpajakan responsif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini penting dalam perencanaan fiskal, karena pajak yang elastis memungkinkan peningkatan penerimaan negara seiring dengan pertumbuhan ekonomi tanpa perlu menaikkan tarif pajak (Oates & Schwab, 1997).
In public economic theory, high tax elasticityindicatesthatthe taxsystemis responsivetoeconomic growth. This is importantinfiscal planning, as elastic taxes allow for an increase in state revenues along witheconomicgrowthwithoutthe needto raisetax rates (Oates & Schwab, 1997).
Berdasarkan data penerimaan PPN di Indonesia, penerimaan pajak meningkat signifikan setelah kenaikan tarif dari 10% menjadi 11% pada 2022. Namun, efektivitas kebijakan ini masih perlu dikaji lebih lanjut, mengingat bahwa kenaikan tarif pajak juga dapat berdampak pada daya beli masyarakat. Data harga barang dan jasa menunjukkan bahwa kenaikan tarif PPN menyebabkan peningkatan harga barang sekunder dan tersier, yang berpotensi mengurangi konsumsi. Jika konsumsi menurun drastis, maka penerimaan pajak dari PPN justru bisa turun akibat basis pajak yang menyusut.
Based on VAT revenue data in Indonesia, tax revenueincreasedsignificantlyafterthe rate increasefrom 10% to 11% in 2022. However, the effectiveness ofthispolicystillneeds tobe studied further, consideringthatthe increase in tax rates can also have an impact on people's purchasing power. Data on the prices ofgoods and servicesshowsthatthe increase in VAT rates leads toan increasein the prices ofsecondary and tertiary goods, which has the potentialto reduceconsumption. If consumptiondecreasesdrastically, thentaxrevenuefrom VAT can actuallydecreasedue to a shrinking tax base.
Elastisitas pajak juga berkaitan erat dengan tingkat kepatuhan pajak. Ketika tarif PPN dinaikkan, ada kemungkinan meningkatnya praktik penghindaran pajak atau transaksi di luar sistem pajak (shadow economy). Data perdagangan dan industri menunjukkan bahwa sektor informal di Indonesia masih cukup besar, yang dapat menjadi tantangan dalam menjaga elastisitas penerimaan pajak.
Tax elasticity is also closely relatedto the leveloftax compliance. When VAT rates are increased, there isa possibilityof an increase in taxavoidancepracticesortransactions outside the tax system (shadow economy). Trade and industry data showthat the informal sector in Indonesia is stillquitelarge, which canbe achallengeinmaintaining tax revenue elasticity.
Dampak Elastisitas Pajak terhadap Stabilitas Ekonomi
The Impactof Tax Elasticity on Economic Stability
Dari perspektif kebijakan fiskal, elastisitas pajak yang rendah dapat menjadi indikator bahwa peningkatan tarif pajak tidak serta-merta meningkatkan penerimaan negara dalam jangka panjang. Hal ini dapat memicu ketidakseimbangan dalam perencanaan anggaran negara dan berpotensi meningkatkan defisit fiskal. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara kenaikan tarif pajak dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Ajeigbe et al., 2023).
From a fiscal policy perspective, lowtax elasticitycanbean indicatorthatan increase in taxratesdoes notnecessarilyincrease state revenue inthe long run. This cantriggerimbalancesin state budget planning and potentiallyincreasethefiscal deficit. Therefore, it is importantforthe governmenttomaintain a balancebetweenrisingtax rates and sustainable economic growth (Ajeigbe et al., 2023).
Dalam konteks Indonesia, kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% yang direncanakan pada 2025 dapat memberikan tekanan tambahan terhadap inflasi dan konsumsi rumah tangga. Data survei konsumen menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat memahami adanya PPN dalam harga barang, tetapi lebih dari 50% responden merasa keberatan dengan mekanisme pengenaan pajak ini. Jika kebijakan pajak tidak disertai dengan insentif atau subsidi yang memadai, maka daya beli masyarakat dapat terus menurun, yang pada akhirnya dapat berdampak negatif terhadap stabilitas ekonomi nasional.
In the Indonesian context, the planned VAT increase from 11% to 12% in 2025 couldputadditionalpressureoninflation and household consumption. Consumer survey data showsthat the majority ofpeopleunderstandthe existence of VAT inthe price ofgoods, butmore than 50% of respondentsobjecttothis tax mechanism. If tax policies are notaccompaniedby adequate incentivesorsubsidies, people'spurchasingpowercancontinue to decline, which can ultimatelynegatively impactstabilitynational economy.
Sebagai alternatif, beberapa penelitian menyarankan bahwa penerapan kebijakan pajak progresif dan penguatan administrasi perpajakan dapat meningkatkan elastisitas pajak tanpa mengorbankan konsumsi masyarakat (Weller & Rao, 2010). Pemerintah juga dapat mempertimbangkan insentif fiskal untuk industri strategis dan UMKM guna menjaga keseimbangan antara penerimaan pajak dan pertumbuhan ekonomi.
Alternatively, somestudiessuggestthatthe implementation of progressive taxpolicies and strengtheningoftax administration canincreasetaxelasticitywithoutsacrificingpublic consumption (Weller & Rao, 2010). The government can also considerfiscalincentivesforstrategic industries and MSMEs tomaintain a balancebetweentax revenue and economic growth.
3. Teori Dampak Fiskal terhadap Perekonomian
3. Theory of Fiscal Impactonthe Economy
Konsep Teori Dampak Fiskal terhadap Perekonomian
Concept of Fiscal ImpactTheory onthe Economy
Dampak fiskal terhadap perekonomian mengacu pada pengaruh kebijakan pemerintah dalam mengelola pendapatan dan pengeluaran negara terhadap pertumbuhan ekonomi, inflasi, daya beli masyarakat, serta stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Kebijakan fiskal mencakup instrumen utama seperti perpajakan dan belanja negara, yang dapat digunakan untuk menstimulasi atau menekan aktivitas ekonomi (Brancaccio & Saraceno, 2017).
Fiscal impactonthe economyrefers to the influence of governmentpoliciesinmanaging state income and expenditure oneconomic growth, inflation, people's purchasing power, andoveralleconomic stability. Fiscal policyincludeskeyinstrumentssuch as taxation and state spending, which can beusedtostimulateorsuppresseconomic activity (Brancaccio & Saraceno, 2017).
Dalam konteks Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kenaikan tarif PPN dapat meningkatkan penerimaan negara, namun juga berpotensi mengurangi konsumsi masyarakat dan meningkatkan inflasi. Berdasarkan data kebijakan fiskal yang diunggah, pemerintah Indonesia telah menaikkan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022 dan berencana menaikkannya kembali menjadi 12% pada tahun 2025. Kenaikan ini diharapkan dapat menambah penerimaan negara, yang pada tahun 2022 tercatat mencapai Rp687,61 triliun dari PPN dan PPnBM.
In the context of Value Added Tax (VAT), an increase in VAT rates canincrease state revenue, but it also has the potential to reducepublic consumption and increaseinflation. Based on the fiscal policy data uploaded, the Indonesian government hasraised the VAT rate from 10% to 11% in 2022 and plansto raise itagainto 12% in 2022. 2025. This increaseis expectedtoincrease state revenue, which in 2022 was recordedat IDR 687.61 trillionfrom VAT and PPnBM.
Dampak fiskal terhadap perekonomian dapat diukur dengan pengganda fiskal (fiscal multiplier), yang menunjukkan seberapa besar perubahan PDB akibat perubahan dalam kebijakan fiskal. Rumus pengganda fiskal dapat dituliskan sebagai berikut:
Thefiscal impact onthe economycan bemeasuredby a fiscal multiplier, which showshowmuch GDP has changed due tochangesinfiscal policy. Theformula for fiscalmultiplierscan bewrittenasfollows:
where:
MPC = Marginal Propensity to Consume (Kecenderungan Konsumsi Marginal)
MPC = Marginal Propensity to Consume
t = Tingkat pajak marginal
t = Marginal tax rate
Jika pemerintah menaikkan tarif pajak (t meningkat), maka nilai pengganda fiskal cenderung menurun, yang berarti dampak stimulus fiskal terhadap PDB akan lebih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan PPN dapat berisiko menekan pertumbuhan ekonomi jika tidak diimbangi dengan kebijakan yang mendukung daya beli masyarakat.
If the governmentraises thetax rate (t increases), then the value of the fiscalmultipliertendsto decrease, which means the impact of fiscal stimulus on GDP will be smaller. This showsthat the increase in VAT canrisksuppressingeconomicgrowthifit is notbalancedwithpolicies that support people's purchasing power.
Pengaruh Kebijakan Fiskal terhadap Konsumsi dan Inflasi
The Influenceof Fiscal PolicyonConsumption and Inflation
Salah satu dampak utama kebijakan fiskal terhadap perekonomian adalah perubahan dalam pola konsumsi dan inflasi. Berdasarkan data ekonomi makro, pertumbuhan konsumsi rumah tangga meningkat dari 2,5% pada tahun 2020 menjadi 4,5% pada tahun 2024. Namun, kenaikan tarif PPN berpotensi mengurangi konsumsi, terutama pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
One of themainimpacts of fiscalpolicyonthe economyischangesinconsumption patterns and inflation. Based on macroeconomic data, householdconsumption growthincreasedfrom 2.5% in 2020 to 4.5% in 2024. However, the increase in VAT rates has the potentialto reduceconsumption, especially in low-income groups.
Kenaikan PPN juga dapat meningkatkan tekanan inflasi karena harga barang dan jasa mengalami kenaikan. Berdasarkan data harga barang dan jasa, kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022 berdampak pada peningkatan harga barang sekunder dan tersier. Perhitungan sederhana dampak kenaikan PPN terhadap harga dapat dilihat dengan rumus:
An increase in VAT can also increaseinflationary pressuresasthe prices of goods and servicesincrease. Based on data on the price of goods and services, the increase in VAT rates from 10% to 11% in 2022 has an impact on the increasein the prices of secondary and tertiary goods. A simple calculation of theimpact of the VAT increase onpricescan beseenby theformula:
Sebagai contoh, jika harga suatu barang sebelum kenaikan PPN adalah Rp100.000, maka setelah tarif PPN naik dari 10% menjadi 12%, harga akhirnya menjadi:
Forexample, if the price ofanitembefore the VAT increase is IDR 100,000, thenafter the VAT rate increases from 10% to 12%, the final price becomes:
Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan tarif PPN secara langsung meningkatkan harga barang, yang dapat mengurangi daya beli masyarakat dan memicu penurunan konsumsi, terutama bagi kelompok pendapatan menengah ke bawah.
This showsthatthe increase in VAT rates directlyincreasesthe price ofgoods, which canreducepeople's purchasingpower and triggera declinein consumption, especiallyforincome groupsmiddletolower.
Stabilitas Ekonomi dan Implikasi Kebijakan Fiskal
Economic Stability and FiscalPolicy Implications
Dampak fiskal terhadap stabilitas ekonomi bergantung pada bagaimana pemerintah mengelola penerimaan dan pengeluaran negara. Jika penerimaan pajak dari kenaikan tarif PPN dialokasikan untuk program produktif seperti subsidi energi, infrastruktur, atau insentif industri, maka dampak negatif terhadap ekonomi dapat diminimalisir. Berdasarkan data kebijakan fiskal, pemerintah Indonesia telah mengalokasikan belanja negara sebesar Rp3.325,0 triliun dalam APBN 2024, di mana sebagian berasal dari penerimaan perpajakan.
Thefiscal impact oneconomicstabilitydepends on howthe governmentmanages state revenues and expenditures. If tax revenuesfromthe VATrate increase are allocatedto productive programs such asenergy subsidies, infrastructure, orindustrial incentives, thenthe negativeimpactonthe economycan beminimized. Based on fiscal policy data, the Indonesian government hasallocated state spending of IDR 3,325.0 trillionin the 2024 State Budget, of which part comes fromtax revenues.
Namun, jika kebijakan fiskal tidak diiringi dengan insentif atau kompensasi yang memadai, maka kenaikan tarif PPN dapat memperburuk ketimpangan ekonomi. Data sosial ekonomi menunjukkan bahwa kelompok masyarakat berpendapatan rendah masih menghadapi tantangan dalam daya beli, terutama akibat inflasi dan stagnasi pendapatan. Oleh karena itu, kebijakan fiskal yang lebih seimbang diperlukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi tanpa menekan konsumsi masyarakat.
However, iffiscalpolicyis notaccompaniedby adequate incentivesorcompensation, thenan increase in VAT rates canexacerbateeconomic inequality. Socio-economic data showsthatlow-income groups stillfacechallengesinpurchasing power, especiallydue toinflation and income stagnation. Therefore, a morebalancedfiscal policyis neededtomaintaineconomicgrowthwithoutsuppressingpublic consumption.
Sebagai solusi, penelitian internasional menyarankan kombinasi antara pajak progresif dan stimulus ekonomi untuk menjaga keseimbangan antara penerimaan pajak dan daya beli masyarakat (Liang, 2024). Pemerintah juga dapat menerapkan kebijakan fiskal yang lebih fleksibel, seperti insentif pajak untuk sektor usaha kecil dan menengah guna menjaga pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Asa solution, international researchsuggests acombinationofprogressive taxes and economic stimulus tomaintaina balancebetweentax revenues and people's purchasing power (Liang, 2024).Governments can also implement moreflexible fiscal policies, such astaxincentivesforthe small and medium-sized businesssector tomaintainlong-term economicgrowth.
4. Kebijakan Fiskal Pemerintah terkait PPN
4. GovernmentFiscal Policy related to VAT
Konsep Kebijakan Fiskal dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
The Concept of FiscalPolicyin Value Added Tax (VAT)
Kebijakan fiskal merupakan instrumen utama pemerintah dalam mengelola perekonomian, terutama melalui pengaturan penerimaan dan pengeluaran negara. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah salah satu sumber utama penerimaan negara yang dikelola melalui kebijakan fiskal untuk mendukung keberlanjutan anggaran negara dan mendorong stabilitas ekonomi (Chan et al., 2017).
Fiscal policyis thegovernment's main instrument in managingthe economy, especiallythroughthe regulation of state revenues and expenditures. Value Added Tax (VAT) is one of themainsources of state revenue managed throughfiscalpoliciestosupport the sustainability of the state budget and promoteeconomic stability (Chan et al., 2017).
Di Indonesia, kebijakan fiskal terkait PPN mengalami perubahan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah menaikkan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada April 2022 dan telah menetapkan rencana kenaikan lebih lanjut menjadi 12% pada Januari 2025. Kenaikan tarif ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, yang pada tahun 2022 tercatat sebesar Rp687,61 triliun dari PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
In Indonesia, fiscal policyrelated to VAT has undergonesignificantchangesinrecentyears. The governmentraised the VAT rate from 10% to 11% in April 2022 and hasseta further hike planto 12% in January 2025. Thistariff increaseaimstoincrease state revenue, which in 2022 was recordedat IDR 687.61 trillionfrom VAT and Sales Tax on Luxury Goods (PPnBM).
Secara teori, kebijakan fiskal yang berfokus pada kenaikan tarif pajak konsumsi seperti PPN dapat meningkatkan penerimaan negara. Namun, kebijakan ini juga berpotensi menekan konsumsi masyarakat dan mengurangi daya beli, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah (Anjarwi, 2025). Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mengimbangi kenaikan tarif PPN dengan kebijakan subsidi atau insentif ekonomi agar dampak negatifnya dapat diminimalisir.
Intheory, fiscal policies that focus on increasingconsumptiontaxratessuch as VAT canincrease state revenue. However, this policy also has the potentialto suppresspublic consumption and reducepurchasing power, especiallyforlow-income groups (Anjarwi, 2025). Therefore, it is importantforthe governmenttooffset theincrease in VAT rates withsubsidypolicies oreconomic incentives so that the negative impactcan beminimized.
Dampak Kebijakan Fiskal terkait PPN terhadap Ekonomi Makro
The Impact of VAT-Related Fiscal Policy on the Macroeconomy
Kenaikan tarif PPN secara langsung berdampak pada harga barang dan jasa. Berdasarkan data harga barang dan jasa, kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022 telah meningkatkan harga barang sekunder dan tersier. Perhitungan dampak kenaikan PPN terhadap harga dapat dirumuskan sebagai berikut:
The increase in VAT rates hasa directimpact on the prices of goods and services. Based on data on the price of goods and services, the increase in VAT rates from 10% to 11% in 2022 hasincreasedthe prices of secondary and tertiary goods. The calculation ofthe impact of the VAT increase onpricescan beformulatedasfollows:
As contoh
example, jika
if harga
price suatu
one barang
thing sebelum
before kenaikan
Increase PPN
VATadalah
be Rp100.000,
IDR 100,000,maka
so setelah
after tarif
fare PPN naik
VAT increasesmenjadi
become 12%, perhitungannya
Calculation adalah
be:
Selain dampak pada harga barang, kebijakan fiskal yang menaikkan tarif PPN juga mempengaruhi inflasi dan konsumsi rumah tangga. Data ekonomi makro menunjukkan bahwa inflasi Indonesia berada di kisaran 2,5%-3,0% per tahun. Jika kenaikan PPN menyebabkan kenaikan harga yang signifikan, maka daya beli masyarakat dapat menurun, yang pada akhirnya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.
In addition to the impact on the price ofgoods, fiscal policies that raise VAT rates also affectinflation and household consumption. Macroeconomic data showsthatIndonesia's inflation is in the range of 2.5%-3.0% per year. If the VAT increase causes a significant increasein prices, thenpeople'spurchasingpowermaydecrease, which can ultimatelyslow down economic growth.
Untuk mengatasi dampak ini, pemerintah telah mengalokasikan belanja negara dalam APBN 2024 sebesar Rp3.325,0 triliun, termasuk dana untuk subsidi energi dan insentif fiskal bagi sektor industri padat karya. Insentif ini diharapkan dapat menjaga stabilitas ekonomi dan mencegah kontraksi konsumsi yang berlebihan akibat kenaikan tarif PPN.
Toovercomethis impact, the governmenthasallocated state spending in the 2024 State Budget of IDR 3,325.0 trillion, including funds forenergy subsidies and fiscal incentivesforthe industrial sectorlabor-intensive. This incentiveis expectedtomaintaineconomic stability and prevent excessiveconsumption contractiondue to the increase in VAT rates.
Efektivitas Kebijakan Fiskal dalam Meningkatkan Penerimaan Negara
The Effectiveness of FiscalPolicyinIncreasing State Revenue
Dari perspektif penerimaan negara, kebijakan fiskal yang menaikkan tarif PPN bertujuan untuk meningkatkan kontribusi pajak terhadap APBN. Berdasarkan data penerimaan pajak, peningkatan tarif PPN dari 10% ke 11% berhasil meningkatkan penerimaan PPN secara signifikan pada tahun 2022. Namun, efektivitas kenaikan tarif pajak terhadap penerimaan negara juga bergantung pada elastisitas pajak, yaitu seberapa besar perubahan penerimaan pajak dibandingkan dengan perubahan dalam basis pajaknya (Saez et al., 2012).
From the perspective of state revenue, fiscal policies that increase VAT rates aimtoincreasetaxcontributionsto the state budget. Based on tax revenue data, the increase in the VAT rate from 10% to 11% has succeeded in significantly increasing VAT revenue in 2022. However, the effectiveness of tax rateincreaseson state revenues also depends on tax elasticity, i.e.howmuchof a change in taxrevenuecomparesto achangein the base (Saez et al., 2012).
Jika kenaikan tarif pajak menyebabkan kontraksi konsumsi yang besar, maka basis pajak akan menyusut, yang pada akhirnya dapat mengurangi pertumbuhan penerimaan pajak dalam jangka panjang. Oleh karena itu, pemerintah perlu menyeimbangkan kebijakan fiskal ini dengan langkah-langkah lain, seperti:
If the increase in the taxrateleads to a large contractionin consumption, then the tax base willshrink, which may ultimatelyreduce the growthof taxrevenuesinthe long run. Therefore, the governmentneeds to balancethisfiscalpolicywith other measures, such as:
Meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan untuk mengurangi tingkat penghindaran pajak
Improve tax administrationefficiencytoreducetax evasionrates
Memberikan insentif pajak bagi sektor usaha kecil dan menengah (UMKM) untuk menjaga pertumbuhan ekonomi
Providingtaxincentivesforthe small and medium enterprises (MSMEs) sector tomaintaineconomic growth
Mengembangkan kebijakan pajak progresif untuk memastikan bahwa beban pajak tidak terlalu memberatkan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah
Developprogressivetaxpoliciestoensurethat the taxburdenis lessburdensome forlow-income groups
Beberapa studi internasional menunjukkan bahwa kombinasi antara kenaikan tarif PPN dan kebijakan insentif ekonomi dapat meningkatkan efektivitas kebijakan fiskal tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi (Indrawati et al., 2024). Oleh karena itu, kebijakan fiskal terkait PPN harus dirancang secara hati-hati agar dapat meningkatkan penerimaan negara tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi.
Severalinternationalstudiesshowthat the combinationofincreased VAT rates and economicincentive policiescanincreasethe effectivenessof fiscalpolicieswithoutsacrificingeconomic stability (Indrawati et al., 2024).Therefore, fiscal policiesrelated to VAT must becarefully designed to increase state revenues withouthinderingeconomic growth.
Metode Penelitian
Research Methods
1. Jenis Penelitian
1. Types of Research
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yang bertujuan untuk mengukur hubungan antara kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan penerimaan pajak dan stabilitas ekonomi di Indonesia. Metode kuantitatif dipilih karena penelitian ini berfokus pada data numerik, seperti jumlah penerimaan PPN, tingkat inflasi, daya beli masyarakat, serta indikator ekonomi makro lainnya.
This studyusesa quantitative approach, which aimstomeasure the relationshipbetweenthe increase in Value Added Tax (VAT) rates andtax revenues and economic stability in Indonesia. The quantitative method was chosenbecausethisstudyfocuses on numerical data, such asthe amount of VAT revenues, inflation rates, people's purchasing power, andother macroeconomicindicators.
Pendekatan deskriptif dalam penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara sistematis mengenai perubahan yang terjadi akibat kenaikan tarif PPN. Data yang digunakan akan dijelaskan dalam bentuk tabel dan grafik untuk mempermudah analisis tren serta pola perubahan dari waktu ke waktu. Dengan pendekatan ini, penelitian dapat menunjukkan bagaimana kenaikan tarif PPN mempengaruhi berbagai aspek ekonomi, seperti harga barang dan jasa, serta daya beli masyarakat.
Thedescriptive approach inthisstudyaimstoprovide a systematicoverviewof the changes that occurdue to the increase in VAT rates. The data used will bedescribedinthe form of tables and graphstofacilitate the analysis of trendsandpatternsof changeovertime. Withthis approach, researchcanshowhowthe increase in VAT rates affectsvariousaspects of the economy, such asthe prices of goods and services, as well aspeople's purchasingpower.
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan kausal untuk menganalisis hubungan sebab-akibat antara kenaikan tarif PPN dan dampaknya terhadap penerimaan pajak dan stabilitas ekonomi. Pendekatan ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana perubahan tarif PPN dapat meningkatkan atau justru menurunkan penerimaan negara, serta bagaimana dampaknya terhadap tingkat konsumsi rumah tangga dan inflasi. Dengan menggunakan analisis ini, penelitian dapat memberikan rekomendasi kebijakan yang lebih akurat kepada pemerintah.
In addition, this study also usesa causalapproachtoanalyze the cause-and-effect relationship betweenthe increase in VAT rates and its impactontax revenues and economic stability. This approachis neededtofind out the extent to which changes in VAT rates canincreaseordecrease state revenues, as well ashowthey impacthouseholdconsumptionlevels and inflation. Usingthis analysis, researchcanprovide more accuratepolicy recommendationsto thegovernment.
2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
2. Data Sources and Data Collection Techniques
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang dikumpulkan dari sumber-sumber resmi, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Keuangan, serta hasil studi yang telah dipublikasikan dalam jurnal internasional. Data sekunder dipilih karena penelitian ini tidak melakukan pengumpulan data primer melalui survei atau wawancara, melainkan menganalisis data yang telah ada untuk menarik kesimpulan.
This researchuses secondary data collected fromofficial sources, such asthe Central Statistics Agency (BPS), the Ministry of Finance, as well asthe results of studies that have beenpublishedinjournalsinternational. Secondary data was chosenbecausethisstudydid notcollect primary data throughsurveysorinterviews, but rather analyzed existing data todrawconclusions.
Selain itu, penelitian ini juga memanfaatkan data time series (deret waktu) untuk melihat pola perubahan indikator ekonomi dalam beberapa tahun terakhir. Penggunaan data time series sangat penting karena memungkinkan analisis tren dari waktu ke waktu, sehingga dampak kenaikan tarif PPN dapat terlihat lebih jelas. Beberapa data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
In addition, this study also utilizestime series data toseethe patternof changesineconomic indicators inrecent years. The use of time series data is very important becauseit allows forthe analysis of trendsovertime, so thatthe impact of VAT rate increases canbe seenmoreclearly. Some of the data usedinthisstudyinclude:
Data penerimaan PPN dan PPnBM per bulan dan tahunan, yang mencerminkan pengaruh kenaikan tarif pajak terhadap total pendapatan negara.
VAT and PPnBM revenue data per month and annually, which reflects theeffect of the increase in taxrateson total state revenue.
Data Produk Domestik Bruto (PDB) dan inflasi, untuk melihat dampak kenaikan tarif PPN terhadap stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat.
Gross Domestic Product (GDP) and inflation data, toseethe impact of the increase in VAT rates on economic stability and people's purchasing power.
Data tingkat kemiskinan dan distribusi pendapatan, yang menunjukkan bagaimana perubahan tarif PPN mempengaruhi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Poverty level and income distribution data, which showshowchanges in VAT rates affectlow-income groups.
Data harga barang dan jasa, yang digunakan untuk menganalisis dampak kenaikan tarif PPN terhadap biaya hidup masyarakat.
Data on the price ofgoods and services, which is usedtoanalyzethe impact of the increase in VAT rates onpeople's living costs.
Hasil survei persepsi konsumen, untuk memahami bagaimana masyarakat merespons kenaikan tarif PPN serta dampaknya terhadap pola konsumsi mereka.
The results of theconsumer perception survey are tounderstandhowpeoplerespond to the increase in VAT rates andits impactontheir consumption patterns.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode studi dokumentasi, yaitu dengan mengakses dan mengolah data dari laporan resmi pemerintah, jurnal ilmiah, serta publikasi akademik yang relevan. Semua data yang digunakan akan dianalisis secara sistematis untuk memberikan gambaran yang akurat mengenai dampak kenaikan tarif PPN terhadap perekonomian Indonesia.
The data collection technique is carried outbythe documentation studymethod, namelybyaccessing and processing data fromofficialgovernment reports, scientific journals, and relevant academic publications. All data usedwill besystematically analyzedtoprovide an accuratepicture of the impact of the VAT rate increase on the Indonesian economy.
3. Metode Analisis Data
3. Data Analysis Methods
Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan utama, yaitu statistik deskriptif dan analisis regresi linier.
In this study, data analysis was carried outusing two main approaches, namelydescriptive statistics and linear regression analysis.
a. Statistik Deskriptif
a. Descriptive Statistics
Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan pola penerimaan pajak, konsumsi masyarakat, inflasi, serta dampak kenaikan tarif PPN terhadap stabilitas ekonomi. Metode ini melibatkan penyajian data dalam bentuk tabel, diagram, dan grafik untuk memperjelas tren yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Dengan metode ini, penelitian dapat mengidentifikasi apakah terdapat pola kenaikan atau penurunan penerimaan pajak setelah tarif PPN dinaikkan, serta bagaimana hal tersebut berhubungan dengan variabel ekonomi lainnya.
Descriptive statisticsare usedtodescribe tax revenue patterns, public consumption, inflation, andthe impact of the increase in VAT rates oneconomic stability. This method involvespresenting data in the form oftables, charts, and graphstoclarifytrends that have occurredinrecent years. Withthis method, the studycanidentifywhetherthere is a patternof increasingordecreasingtaxrevenuesafter the VAT rate is increased, as well ashowthisrelatestoother economic variables.
Sebagai contoh, jika penerimaan PPN menunjukkan kenaikan setelah tarif pajak dinaikkan, tetapi konsumsi rumah tangga mengalami penurunan yang signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan ini memiliki dampak kontraproduktif terhadap daya beli masyarakat. Oleh karena itu, metode statistik deskriptif akan digunakan untuk menyajikan data-data tersebut secara sistematis, sehingga pola hubungan antara variabel-variabel yang diteliti dapat lebih mudah dipahami.
For example, if VAT revenues showan increaseafter the taxrate is increased, buthouseholdconsumptionhas decreased significantly, then it can beconcludedthatthe policy Thishas acounterproductiveimpactonpeople's purchasingpower. Therefore, descriptivestatistical methodswillbe usedtopresent these data systematically, so thatthe pattern ofrelationshipsbetween the variables studied canbe easierunderstood.
b. Analisis Regresi Linier
b. LinearRegression Analysis
Selain statistik deskriptif, penelitian ini juga menggunakan analisis regresi linier untuk mengukur sejauh mana kenaikan tarif PPN mempengaruhi variabel ekonomi lainnya. Regresi linier merupakan metode statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (tarif PPN) dan variabel dependen (penerimaan pajak, inflasi, konsumsi rumah tangga).
In addition to descriptive statistics, this study also uses linearregression analysistomeasure the extent to which VAT rate increases affectother economicvariables. Linear regression is astatistical method used todetermine the relationshipbetweenindependent variables (VAT rates) and dependent variables (tax revenue, inflation, household consumption)stairs).
Persamaan regresi linier dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
The linear regression equation inthisstudycan beformulatedasfollows:
Regresi ini akan membantu menguji sejauh mana perubahan tarif PPN mempengaruhi penerimaan pajak dan stabilitas ekonomi. Jika koefisien regresi untuk tarif PPN (β1) bernilai positif dan signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa kenaikan tarif pajak meningkatkan penerimaan negara. Namun, jika β2 dan β3 menunjukkan dampak negatif terhadap konsumsi dan inflasi, maka kebijakan ini dapat berdampak pada kontraksi ekonomi.
This regressionwillhelptest the extent to which changes in VAT rates affecttax revenues and economic stability. If the regression coefficientfor the VAT rate (β1) ispositive and significant, then it can beconcludedthatthe increase in the taxrateincreases state revenue. However, if β2 and β3 showa negativeimpactonconsumption and inflation, then thesepoliciescouldhave an impact on economic contraction.
c. Pengujian Hipotesis
c. Hypothesis Testing
Setelah model regresi linier terbentuk, dilakukan pengujian hipotesis untuk melihat signifikansi hubungan antara variabel-variabel tersebut. Pengujian ini menggunakan tingkat signifikansi (α = 0,05), di mana:
After the linear regression model is formed, hypothesistesting is carried outtoseethe significance of therelationshipbetweenthese variables. This testusesa significance level (α = 0.05), where:
Jika p-value < 0,05, maka variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
If the p-value < is 0.05, thenthe independentvariablehas asignificant effect onthedependent variable.
Jika p-value > 0,05, maka tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel tersebut.
If the p-value > is 0.05, thenthere isno significantinfluence betweenthe variables.
Pengujian ini penting untuk memastikan apakah kenaikan tarif PPN benar-benar memiliki dampak yang signifikan terhadap penerimaan pajak dan stabilitas ekonomi, atau jika ada faktor lain yang lebih dominan mempengaruhi perubahan dalam indikator ekonomi.
This testis importanttoascertainwhether the increase in the VAT rate actuallyhas a significantimpact ontax revenue and economic stability, orifthere are other factors that are moredominantlyaffectchangesineconomic indicators.
Hasil dan Pembahasan
Results and Discussion
Hasil Penelitian
Research Results
1. Dampak Kenaikan Tarif PPN terhadap Penerimaan Pajak
1. The Impactof the Increase in VAT Rates onTax Revenue
grafik penerimaan PPN & PPnBM dari tahun 2020 hingga 2022
VAT & PPnBMrevenue graph from 2020 to 2022
Berdasarkan data penerimaan pajak yang dianalisis dalam penelitian ini, terdapat peningkatan signifikan dalam penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) setelah kenaikan tarif dari 10% menjadi 11% pada April 2022. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa penerimaan PPN dan PPnBM pada tahun 2020 sebesar Rp500 triliun, meningkat menjadi Rp550 triliun pada 2021, dan mencapai Rp687,61 triliun pada 2022. Kenaikan ini mencerminkan efek langsung dari peningkatan tarif pajak terhadap pendapatan negara.
Based on the tax revenue data analyzedinthis study, there was asignificantincreasein Value Added Tax (VAT) revenue after the rate increasefrom 10% to 11% in April 2022. Data from the Central Statistics Agency showsthat VAT and PPnBM revenues in 2020 amounted to IDR 500 trillion, increasedto IDR 550 trillion in 2021, and reached IDR 687.61 trillion in 2022. This increasereflects thedirecteffectofthe increasein taxrateson state revenues.
Secara lebih rinci, data penerimaan pajak per bulan pada tahun 2022 menunjukkan tren peningkatan yang konsisten. Misalnya, penerimaan PPN dan PPnBM pada Januari 2022 tercatat sebesar Rp53 triliun, meningkat menjadi Rp115 triliun pada Desember 2022. Dengan demikian, peningkatan tarif PPN terbukti efektif dalam meningkatkan penerimaan pajak negara dalam jangka pendek.
Inmoredetail, the data on tax revenue per month in 2022 shows a consistent upward trend. For example, VAT and PPnBM revenues in January 2022 were recordedat IDR 53 trillion, increasingto IDR 115 trillion in December 2022. Thus, increasing the VAT rate has proveneffectiveinincreasing state tax revenue in theshort term.
Namun, penelitian ini juga menemukan bahwa peningkatan penerimaan PPN ini tidak sepenuhnya bersifat linier. Faktor seperti daya beli masyarakat dan pola konsumsi memiliki dampak terhadap efektivitas kenaikan tarif PPN dalam meningkatkan penerimaan pajak. Jika kenaikan tarif PPN berlanjut menjadi 12% pada tahun 2025, ada kemungkinan bahwa basis pajak akan menyusut akibat penurunan konsumsi rumah tangga. Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan strategi mitigasi agar tidak terjadi efek kontraproduktif terhadap penerimaan pajak dalam jangka panjang.
However, this study also foundthat thisincrease in VAT revenue is notentirely linear. Factors such aspeople's purchasingpower and consumption patterns havean impactonthe effectiveness ofVATrate increases inincreasingtax revenue. If the increase in the VAT rate continuesto 12% in 2025, it ispossiblethat the tax base willshrinkdue toa declinein household consumption. Therefore, the governmentneedsto consider mitigation strategies so that there are nocounterproductiveeffectsontaxrevenuesinthe long term.
2. Dampak Kenaikan Tarif PPN terhadap Stabilitas Ekonomi
2. The Impactof the Increase in VAT Rates onEconomic Stability
grafik tingkat inflasi tahunan dari tahun 2020 hingga 2024
Annual inflationrate chartfrom 2020 to 2024
Kenaikan tarif PPN berpotensi memberikan tekanan terhadap stabilitas ekonomi, terutama dalam hal inflasi, daya beli masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Berdasarkan data ekonomi makro, tingkat inflasi Indonesia mengalami tren kenaikan sepanjang tahun 2023 hingga 2024, dengan inflasi meningkat dari 3,8% pada 2023 menjadi 4,5% pada 2024.
The increase in VAT rates has the potentialto putpressureoneconomic stability, especiallyintermsof inflation, people's purchasing power, and overall economic growth. Based on macroeconomic data, Indonesia's inflation rate has experiencedan upwardtrendthroughout 2023 to 2024, withinflationincreasingfrom 3.8% in 2023 to 4.5% in 2024.
Analisis menunjukkan bahwa kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada April 2022 berkontribusi terhadap peningkatan harga barang dan jasa. Data harga barang dan jasa menunjukkan bahwa barang sekunder dan tersier mengalami peningkatan harga akibat kenaikan tarif pajak. Contohnya, barang dengan harga awal Rp100.000 yang sebelumnya dikenakan PPN 10% sehingga total harga menjadi Rp110.000, setelah kenaikan tarif menjadi 12% maka total harga naik menjadi Rp112.000.
The analysisshowsthat the increase in the VAT rate from 10% to 11% in April 2022 contributedtothe increasein the price of goods and services. Data on the price ofgoods and servicesshowsthatsecondary and tertiarygoodshave increasedin pricedue tothe increasein tax rates. For example, goodswith astarting price of IDR 100,000 that were previouslysubject to 10% VAT so that the total pricebecomes IDR 110,000, after the tariffincreaseto 12%, the total price increases to IDR 112,000.
Lebih lanjut, kenaikan tarif PPN juga berdampak pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang merupakan kontributor utama terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Data menunjukkan bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan dari 2,5% pada 2020 menjadi 4,5% pada 2024. Namun, dengan adanya kenaikan tarif PPN yang direncanakan menjadi 12% pada 2025, ada potensi perlambatan pertumbuhan konsumsi karena meningkatnya harga barang dan jasa. Jika hal ini terjadi, dampak negatifnya bisa meluas ke sektor industri dan tenaga kerja, sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Furthermore, the increase in VAT rates also has an impact on the growthof household consumption, which is themaincontributortothe Gross Domestic Product (GDP). Data showsthathouseholdconsumptiongrowthhas increasedfrom 2.5% in 2020 to 4.5% in 2024. However, with the planned increase in the VAT rate to 12% in 2025, there isa potentialslowdown inconsumptiongrowthdue torisingprices of goods and services. If this happens, the negative impactcouldextendtothe industrial and labor sectors, thushampering overall economicgrowth.
3. Analisis Persepsi Konsumen terhadap Kenaikan PPN
3. AnalysisofConsumer Perception ofVAT Increase
grafik persepsi konsumen terhadap kenaikan PPN
Graphof consumerperceptionof VAT increase
Berdasarkan data survei konsumen yang dianalisis dalam penelitian ini, terdapat variasi dalam persepsi masyarakat terhadap kebijakan kenaikan tarif PPN. Sebuah survei yang melibatkan 121 responden menunjukkan bahwa 86,8% responden mengetahui adanya PPN 11% dan fungsinya sebagai sumber pendapatan negara, namun hanya 49,6% yang merasa puas dengan mekanisme pengenaannya.
Based on consumer survey data analyzed inthis study, there arevariationsinpublicperceptionof the VATrate increase policy . Asurvey involving 121 respondentsshowedthat 86.8% of respondentswere awareof the existence of 11% VAT and its functionas asource of state revenue, butonly 49.6% were satisfiedwiththe mechanismits imposition.
Respon konsumen terhadap kenaikan tarif PPN juga bervariasi tergantung pada elastisitas permintaan barang dan jasa yang dikonsumsi. Survei menunjukkan bahwa kenaikan tarif PPN terutama memengaruhi kelompok konsumen elastis, yang cenderung mengurangi konsumsi atau mencari alternatif lebih murah. Sebaliknya, konsumen inelastis tetap membeli produk meskipun harganya naik, terutama untuk barang kebutuhan pokok.
Consumer responsestoVAT rate hikes also varydepending on the elasticity ofdemand for goods and services consumed. The surveyshowsthatthe increase in VAT rates mainlyaffectselastic consumergroups, who tendto reduceconsumptionorlook forcheaper alternatives. On the other hand, inelastic consumerscontinueto buyproductseven thoughthe prices are rising, especiallyforbasic necessities.
Selain itu, data survei menunjukkan bahwa kelompok berpenghasilan rendah lebih terdampak oleh kenaikan tarif PPN dibandingkan kelompok berpenghasilan menengah dan atas. Sebanyak 74,4% responden setuju bahwa PPN merupakan pungutan tambahan dalam pembelian barang, yang secara langsung mengurangi daya beli mereka. Hal ini menunjukkan bahwa dampak kebijakan kenaikan tarif PPN tidak merata di seluruh lapisan masyarakat, sehingga diperlukan kebijakan kompensasi seperti subsidi energi dan insentif fiskal untuk menjaga daya beli kelompok rentan.
In addition, survey data showsthatlow-incomegroups are moreaffected by the increase in VAT rates than middle- and upper-income groups. As many as 74.4% of respondentsagreethat VAT isan additionallevyon the purchase of goods, which directlyreducestheir purchasing power. Thisshowsthatthe impactof the VATrate increase policy is uneven at alllevels of society, so compensation policiessuch asenergy subsidies and fiscal incentivesare neededtomaintain the purchasingpowerof vulnerable groups.
Kesimpulan Hasil Penelitian
Conclusion of the Research Results
Dampak terhadap Penerimaan Pajak: Kenaikan tarif PPN dari 10% ke 11% meningkatkan penerimaan pajak negara secara signifikan, namun dalam jangka panjang perlu diwaspadai efek kontraproduktif akibat kemungkinan penurunan konsumsi rumah tangga.
Impacton Tax Revenue: An increase in the VAT rate from 10% to 11% increases state tax revenue significantly, butin thelongtermit is necessaryto be aware ofcounterproductive effectsdue tothe possibilityof a decrease in household consumption.
Dampak terhadap Stabilitas Ekonomi: Kenaikan tarif PPN memberikan tekanan inflasi dan dapat memperlambat pertumbuhan konsumsi rumah tangga, yang berpotensi berdampak pada PDB nasional.
Impacton Economic Stability: Rising VAT rates provideinflationary pressures and canslow household consumptiongrowth, potentially impacting national GDP.
Persepsi Konsumen: Mayoritas konsumen memahami fungsi PPN, tetapi tidak semua merasa puas dengan implementasinya. Kenaikan tarif PPN lebih berdampak pada kelompok berpenghasilan rendah, sehingga perlu kebijakan mitigasi untuk mengurangi dampak negatif terhadap daya beli masyarakat.
Consumer Perception: The majority ofconsumersunderstand the function of VAT, butnotallaresatisfiedwithits implementation.The increase in VAT rates has moreimpact on low-income groups, so mitigation policiesare neededtoreduce the negativeimpacton people's purchasing power.
Pembahasan
Discussion
1. Dampak Kenaikan Tarif PPN terhadap Penerimaan Pajak
1. The Impactof the Increase in VAT Rates onTax Revenue
Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% pada April 2022 terbukti meningkatkan penerimaan pajak negara secara signifikan. Berdasarkan data penerimaan pajak yang dianalisis, penerimaan PPN dan PPnBM meningkat dari Rp500 triliun pada tahun 2020 menjadi Rp550 triliun pada tahun 2021, dan melonjak menjadi Rp687,61 triliun pada tahun 2022. Peningkatan ini menunjukkan bahwa kebijakan kenaikan tarif PPN mampu memperkuat penerimaan negara dalam jangka pendek. Namun, analisis lebih lanjut diperlukan untuk melihat keberlanjutan tren ini dalam jangka panjang, terutama dalam kaitannya dengan daya beli masyarakat dan konsumsi rumah tangga.
The increase in the Value Added Tax (VAT) rate from 10% to 11% in April 2022 has been proven to significantly increase state tax revenue. Based on the tax revenue data analyzed, VAT and PPnBM revenues increasedfrom IDR 500 trillion in 2020 to IDR 550 trillion in 2021, and jumpedto IDR 687.61 trillions in 2022. This increaseshowsthatthe policyof increasing the VAT rate is ableto strengthen state revenue in theshort term. However, further analysis is neededtoseethe sustainability ofthistrendin the long term, especiallyinrelation to people's purchasingpower and household consumption.
Dalam perspektif teori elastisitas pajak, peningkatan tarif PPN seharusnya berbanding lurus dengan peningkatan penerimaan pajak apabila konsumsi tetap stabil. Namun, jika kenaikan tarif PPN menyebabkan kontraksi konsumsi, maka elastisitas pajak akan menurun. Dari data konsumsi rumah tangga, terlihat adanya tren pertumbuhan yang stabil dari 2,5% pada 2020 menjadi 4,5% pada 2024. Namun, jika tarif PPN kembali naik menjadi 12% pada 2025, ada risiko bahwa konsumsi akan menurun, yang pada akhirnya dapat menurunkan basis pajak.
From the perspective of tax elasticitytheory, the increase in VAT rates should bedirectly proportionaltothe increasein taxrevenueifconsumptionremainsstable. However, ifthe increase in VAT rates causes a contractionin consumption, thentaxelasticitywilldecrease. From household consumption data, it can be seenthat there is a stablegrowth trendfrom 2.5% in 2020 to 4.5% in 2024. However, if the VAT rate rises again to 12% in 2025, there is ariskthatconsumptionwilldecline, which could ultimatelylower the tax base.
Analisis regresi linier dalam penelitian ini menunjukkan hubungan signifikan antara kenaikan tarif PPN dan penerimaan pajak, di mana kenaikan tarif PPN sebesar 1% berkontribusi terhadap peningkatan penerimaan pajak rata-rata sebesar Rp50 triliun. Namun, regresi juga menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga memiliki dampak negatif terhadap kenaikan tarif, yang berarti jika daya beli masyarakat menurun akibat kenaikan harga barang dan jasa, maka peningkatan penerimaan pajak tidak akan seoptimal yang diharapkan. Grafik berikut menunjukkan tren penerimaan pajak dalam tiga tahun terakhir:
The linear regression analysis inthisstudyshoweda significantrelationshipbetween the increase in the VAT rate and tax revenue, where the increase in the VAT rate by 1% contributedtothe increasein tax revenue an average of Rp50 trillion. However, the regression also showsthathouseholdconsumptionhas anegativeimpactontariff increases, which meansthatpeople'spurchasingpowerdecreasesdue toincreasesin the price ofgoods and services, thenthe increasein taxrevenuewill notbe as optimal as expected. Thefollowing graph showsthe trend of taxrevenuesin thelast threeyears:
Dalam konteks administrasi perpajakan, efektivitas kenaikan tarif PPN juga bergantung pada tingkat kepatuhan pajak. Jika tarif PPN terlalu tinggi, ada potensi meningkatnya praktik penghindaran pajak atau peralihan transaksi ke sektor informal. Oleh karena itu, selain menaikkan tarif, pemerintah perlu memperkuat pengawasan dan kepatuhan perpajakan untuk memastikan optimalisasi penerimaan pajak tanpa merugikan sektor ekonomi lainnya.
In the contextoftax administration, the effectiveness of VAT rate increases also depends on the leveloftax compliance. If the VAT rate is toohigh, there isthe potentialfor increasedtaxavoidancepracticesor the shift oftransactionsto the informal sector. Therefore, in addition to raisingrates, the governmentneedsto strengthentaxsupervision and compliancetoensure the optimization oftaxrevenueswithoutharmingother economicsectors.
2. Dampak Kenaikan Tarif PPN terhadap Stabilitas Ekonomi
2. The Impactof the Increase in VAT Rates onEconomic Stability
Kenaikan tarif PPN tidak hanya berdampak pada penerimaan negara, tetapi juga berpotensi memberikan tekanan terhadap stabilitas ekonomi. Salah satu indikator utama yang terdampak adalah inflasi. Berdasarkan data ekonomi makro, tingkat inflasi Indonesia mengalami tren kenaikan sepanjang tahun 2023 hingga 2024, dengan inflasi meningkat dari 3,8% pada 2023 menjadi 4,5% pada 2024. Data harga barang dan jasa menunjukkan bahwa kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada 2022 berkontribusi terhadap kenaikan harga barang sekunder dan tersier.
The increase in VAT rates notonlyhas an impact on state revenue, but also has the potential to putpressureoneconomic stability. One of themain indicators affected isinflation. Based on macroeconomic data, Indonesia's inflation rate has experiencedan upwardtrendthroughout 2023 to 2024, withinflationincreasingfrom 3.8% in 2023 to 4.5% in 2024.Goods and services price data showsthat the increase in VAT rates from 10% to 11% in 2022 contributedtotheincrease in the prices ofsecondary and tertiary goods.
Perhitungan sederhana dampak kenaikan tarif PPN terhadap harga barang menunjukkan bahwa jika suatu barang dengan harga Rp100.000 sebelumnya dikenakan PPN 10% sehingga total harga menjadi Rp110.000, maka dengan tarif PPN 12% total harga menjadi Rp112.000. Peningkatan harga ini dapat memberikan tekanan pada daya beli masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah.
A simple calculation ofthe impact of the increase in VAT rate on the price ofgoodsshowsthatifanitemwitha price of IDR 100,000 waspreviously subject to 10% VAT so that the total pricebecomes IDR 110,000, thenwith a VAT rate of 12% of the total priceto IDR 112,000. This price increasecanputpressure on people's purchasing power, especiallylow-income groups.
Dari perspektif pertumbuhan ekonomi, kenaikan tarif PPN juga dapat mempengaruhi konsumsi rumah tangga yang merupakan kontributor terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan data ekonomi makro, konsumsi rumah tangga mengalami pertumbuhan dari 2,5% pada 2020 menjadi 4,5% pada 2024. Namun, jika kenaikan tarif PPN menyebabkan penurunan konsumsi, maka dampaknya dapat meluas ke sektor industri dan tenaga kerja, yang pada akhirnya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.
From an economic growth perspective, an increase in VAT rates can also affecthousehold consumption which is thelargestcontributortoGross Domestic Product (GDP). Based on macroeconomic data, household consumptionwillgrowfrom 2.5% in 2020 to 4.5% in 2024. However, ifthe increase in VAT rates leads toa decreasein consumption, thenthe impactcouldextendtothe industrial and labor sectors, which could ultimatelysloweconomic growth.
Kebijakan fiskal yang mengimbangi kenaikan tarif PPN dengan subsidi energi dan insentif industri padat karya merupakan langkah yang telah diambil pemerintah. Namun, efektivitas kebijakan ini masih perlu dievaluasi. Jika subsidi tidak mencukupi atau tidak tepat sasaran, daya beli masyarakat tetap akan tergerus, yang pada akhirnya dapat memperburuk stabilitas ekonomi dalam jangka panjang.
Fiscal policies that offset theincrease in VAT rates withenergy subsidies and incentives for labor-intensive industries aresteps that the government hastaken. However, the effectiveness ofthispolicystill needs tobe evaluated. If subsidiesare insufficientornotontarget, people'spurchasing power will stillbeeroded, which can ultimatelyworseneconomicstabilityinthe long run.
3. Analisis Persepsi Konsumen terhadap Kenaikan PPN
3. AnalysisofConsumer Perception ofVAT Increase
Survei yang dilakukan terhadap 121 responden menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat menyadari adanya kenaikan tarif PPN dan fungsinya dalam menambah pemasukan negara. Namun, hanya 49,6% yang merasa puas dengan mekanisme pengenaannya. Ini menunjukkan adanya perbedaan persepsi antara pemahaman masyarakat terhadap pentingnya PPN dan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari.
A survey conducted on 121 respondentsshowedthatmostpeopleare awareof theincrease in VAT rates and their functioninincreasing state revenue. However, only 49.6% are satisfiedwith the mechanismof imposition. This showsthat there isa differencein perceptionbetweenthepublic's understanding of the importance of VAT and its impacton daily life.
Tabel berikut merangkum hasil survei persepsi konsumen terhadap kenaikan PPN:
The following table summarizes the resultsof the surveyofconsumer perception of VAT increases:
Pernyataan | Persentase Setuju | Persentase Tidak Setuju |
Saya mengetahui adanya PPN 11% untuk menambah pemasukan negara | 86,8% | 13,2% |
Saya merasa puas dengan mekanisme pengenaan PPN 11% terhadap barang dan jasa | 49,6% | 50,4% |
PPN 11% merupakan pungutan tambahan dalam pembelian | 74,4% | 25,6% |
Dari hasil survei ini, dapat disimpulkan bahwa meskipun masyarakat menyadari pentingnya PPN, tidak semua merasa nyaman dengan implementasinya. Kenaikan tarif PPN lebih dirasakan oleh kelompok berpenghasilan rendah, yang memiliki daya beli lebih terbatas dibandingkan kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi.
From the results of this survey, it can be concluded that although the public is aware of the importance of VAT, not all are comfortable with its implementation. The increase in VAT rates is more felt by low-income groups, who have more limited purchasing power than high-income groups.
Selain itu, respons konsumen terhadap kenaikan harga akibat PPN dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok:
In addition, consumer responsestopriceincreasesdue to VAT can becategorizedintothreegroups:
Konsumen elastis – cenderung mengurangi konsumsi atau mencari alternatif lebih murah.
Elastic consumers – tend toreduceconsumptionorlook forcheaper alternatives.
Konsumen inelastis – tetap membeli produk meskipun harga naik, terutama untuk barang kebutuhan pokok.
Inelastic consumers – continueto buyproductseven thoughprices rise, especiallyforbasic necessities.
Konsumen rasional – menyesuaikan anggaran, memilih produk dengan diskon, atau mengurangi pengeluaran untuk barang non-esensial.
Rational consumers – adjusting budgets, choosingproductsata discount, orreducingspendingon non-essential items.
Kebijakan mitigasi diperlukan agar dampak kenaikan tarif PPN terhadap kelompok masyarakat rentan dapat diminimalisir. Pemberian insentif pajak untuk sektor-sektor tertentu, peningkatan transparansi dalam penggunaan dana pajak, serta sosialisasi kebijakan perpajakan yang lebih luas dapat menjadi strategi yang efektif dalam meningkatkan penerimaan pajak tanpa menekan daya beli masyarakat.
Mitigation policiesare needed so that the impact of the increase in VAT rates onvulnerablegroupscan beminimized. Providing taxincentivesforcertain sectors, increasingtransparencyinthe use of tax funds, andsocializing tax policies more broadlycanbe strategies that are effective effectiveinincreasingtaxrevenuewithoutsuppressing people's purchasing power.
Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan
Policy Conclusions and Recommendations
Kesimpulan Utama
Key Conclusions
Secara keseluruhan, kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% pada 2022 telah memberikan dampak signifikan terhadap penerimaan pajak, stabilitas ekonomi, dan perilaku konsumsi masyarakat. Meskipun berhasil meningkatkan penerimaan negara dalam jangka pendek, kebijakan ini juga menimbulkan tekanan inflasi, melemahkan daya beli masyarakat, serta mempengaruhi pola konsumsi. Jika tidak dikelola dengan baik, kenaikan PPN yang direncanakan menjadi 12% pada 2025 dapat meningkatkan risiko kontraksi ekonomi.
Overall, the increase in the Value Added Tax (VAT) rate from 10% to 11% in 2022 hashad asignificantimpactontax revenue, economic stability, and people's consumption behavior. Althoughit has succeededin increasing state revenue inthe short term, this policy also causesinflationary pressures, weakens people's purchasing power, andaffectsconsumption patterns. If not managed properly, the planned VAT increase to 12% in 2025 couldincreasethe risk ofeconomic contraction.
Dampak terhadap Penerimaan Pajak
ImpactonTax Revenue
✔ Peningkatan Penerimaan Pajak: Kenaikan tarif PPN meningkatkan penerimaan PPN dan PPnBM dari Rp500 triliun pada 2020 menjadi Rp687,61 triliun pada 2022.
✔Increasein Tax Revenue: The increase in VAT rates increased VAT and PPnBMrevenues from IDR 500 trillion in 2020 to IDR 687.61 trillion in 2022.
✔ Efektivitas Jangka Pendek: Kebijakan ini efektif dalam meningkatkan penerimaan negara dalam jangka pendek, tetapi keberlanjutannya bergantung pada daya beli dan konsumsi masyarakat.
✔Short-Term Effectiveness: This policy is effectiveinincreasing state revenue inthe short term, butits sustainabilitydepends on people's purchasing power and consumption.
✔ Risiko Penurunan Basis Pajak: Jika konsumsi menurun akibat tekanan inflasi dan daya beli yang melemah, maka potensi penerimaan pajak dari PPN dalam jangka panjang dapat berkurang.
✔Riskof Tax Base Decline: If consumptiondecreasesdue toinflationary pressures and weakening purchasing power, then the potential fortaxrevenuefrom VAT inthe longtermmaybe reduced.
Dampak terhadap Stabilitas Ekonomi
Impacton Economic Stability
✔ Kenaikan Inflasi: Tarif PPN yang lebih tinggi menyebabkan harga barang dan jasa meningkat, terutama pada sektor barang sekunder dan tersier, sehingga memberikan tekanan inflasi.
✔RisingInflation: Higher VAT rates causeprices of goods and servicesto increase, especially in the secondary and tertiary goods sectors, thusputtinginflationary pressures.
✔ Daya Beli Melemah: Kelompok masyarakat berpenghasilan rendah paling terdampak oleh kenaikan harga, yang menyebabkan pola konsumsi berubah dan konsumsi agregat menurun.
✔Weakening Purchasing Power: Low-incomegroups are most affected by rising prices, which causesconsumptionpatternsto change and aggregate consumptionto decline.
✔ Potensi Kontraksi Ekonomi: Jika daya beli terus melemah, sektor industri dan usaha kecil dapat terdampak, yang berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
✔PotentialEconomic Contraction: If purchasing power continuesto weaken, the industrial and small business sectorscould be affected, potentially slowing overall economicgrowth.
Dampak terhadap Persepsi Konsumen
ImpactonConsumer Perception
✔ Kesadaran Pajak Meningkat: Mayoritas responden (86,8%) memahami bahwa PPN merupakan sumber pendapatan negara.
✔Increased Tax Awareness: The majority ofrespondents (86.8%) understandthat VAT is asource of state revenue.
✔ Ketidakpuasan terhadap Penerapan: Hanya 49,6% konsumen yang puas dengan mekanisme penerapan PPN, menunjukkan adanya persepsi negatif terhadap kenaikan pajak konsumsi.
✔Dissatisfactionwiththe Implementation: Only 49.6% of consumers are satisfiedwith the VAT implementation mechanism, indicatinganegativeperceptionof the increase in consumption tax.
✔ Perubahan Pola Konsumsi: Konsumen cenderung mengurangi pembelian barang non-esensial atau mencari alternatif yang lebih murah untuk mengurangi dampak kenaikan PPN.
✔Changing Consumption Patterns: Consumerstendto reducetheir purchases of non-essential goods orlook for cheaper alternatives to reduce the impact of VAT increases.
2. Rekomendasi Kebijakan
2. Policy Recommendations
Untuk mengoptimalkan penerimaan pajak tanpa menekan daya beli masyarakat secara berlebihan, diperlukan strategi kebijakan yang lebih seimbang. Berikut beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat diterapkan oleh pemerintah:
Tooptimizetaxrevenuewithoutexcessively suppressing people's purchasingpower, a morebalanced policy strategy is needed. Here aresomepolicy recommendations that can beimplemented by the government:
Evaluasi dan Penyesuaian Tarif PPN
Evaluation and Adjustment of VAT Rates
Sebelum menaikkan tarif PPN menjadi 12%, pemerintah perlu mengevaluasi dampaknya terhadap daya beli masyarakat dan inflasi. Jika dampak negatifnya terlalu besar, kenaikan tarif dapat dilakukan secara bertahap atau ditunda.
Beforeraising the VAT rate to 12%, the governmentneedsto evaluateits impactonpeople's purchasingpower and inflation. If the negative impactis toogreat, the tariff increasecan bemadegraduallyorpostponed.
Peningkatan Efisiensi Administrasi Pajak
Improving Tax Administration Efficiency
Meningkatkan kepatuhan pajak dengan memperkuat sistem perpajakan digital dan memperluas basis pajak, sehingga penerimaan pajak dapat meningkat tanpa harus bergantung pada kenaikan tarif.
Improvetaxcompliancebystrengtheningthe digital tax system and expanding the tax base, so thattaxrevenuescanincreasewithouthavingto rely on rate increases.
Subsidi dan Insentif untuk Kelompok Rentan
Subsidies and IncentivesforVulnerable Groups
Mengalokasikan subsidi atau insentif bagi kelompok berpenghasilan rendah untuk mengurangi dampak kenaikan harga barang dan jasa akibat PPN.
Allocatingsubsidiesorincentivesforlow-income groups toreducethe impact of risingpricesof goods and servicesdue to VAT.
Insentif bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Incentivesfor Small and Medium Enterprises (SMEs)
Memberikan potongan pajak atau insentif bagi UKM agar tetap dapat beroperasi dengan baik meskipun terdapat kenaikan tarif PPN.
Providetaxdeductionsorincentivesfor SMEs to continue to operateproperlydespitetheincrease in VAT rates.
Kebijakan Pajak yang Lebih Progresif
MoreProgressive Tax Policy
Mengembangkan sistem perpajakan yang lebih adil, misalnya dengan memperluas pajak untuk sektor-sektor yang belum tersentuh seperti pajak digital dan pajak karbon.
Develop a fairer tax system, for examplebyexpandingtaxestountouchedsectors such as digital taxes and carbon taxes.
3. Implikasi bagi Kebijakan Publik
3. Implicationsfor Public Policy
Implikasi dari penelitian ini terhadap kebijakan publik cukup luas, terutama dalam perumusan strategi fiskal yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Beberapa poin utama yang perlu diperhatikan oleh pembuat kebijakan adalah:
The implicationsofthisstudyonpublicpolicyare quitebroad, especiallyin the formulation of fiscal strategies that are moreinclusive and sustainable. Somekey points for policymakers tokeep in mind are:
Menyeimbangkan Penerimaan Negara dengan Kesejahteraan Masyarakat
Balancing State Revenue with Community Welfare
Kenaikan tarif PPN memang efektif dalam meningkatkan penerimaan negara, tetapi dampaknya terhadap konsumsi dan daya beli masyarakat perlu dipertimbangkan dengan serius. Pemerintah harus memastikan bahwa kenaikan pajak tidak menyebabkan kontraksi ekonomi yang lebih besar.
Increasing VAT rates isindeed effectiveinincreasing state revenue, butits impactonpublicconsumption and purchasing powerneeds to be seriously considered. The governmentmustensurethatthe taxincreasedoes notlead to a greater economic contraction.
Kebijakan Fiskal yang Lebih Adaptif
MoreAdaptive Fiscal Policy
Pemerintah perlu menyesuaikan kebijakan fiskal berdasarkan kondisi ekonomi makro yang dinamis. Jika kondisi ekonomi melemah, kebijakan pajak yang terlalu agresif dapat memperburuk keadaan.
The governmentneeds toadjustfiscalpolicybased on dynamic macroeconomic conditions. If economic conditionsweaken, overly aggressivetax policies canmakethings worse.
Peningkatan Transparansi dalam Penggunaan Dana Pajak
IncreasedTransparencyinthe Use of Tax Funds
Salah satu alasan ketidakpuasan masyarakat terhadap PPN adalah kurangnya transparansi dalam alokasi dana pajak. Oleh karena itu, pemerintah perlu meningkatkan akuntabilitas dan komunikasi publik terkait penggunaan pajak.
One of thereasons forpublicdissatisfactionwith VAT is thelack oftransparencyinthe allocation of tax funds. Therefore, the governmentneedsto increase accountability and public communicationrelated to the use of taxes.
Dampak Jangka Panjang terhadap Ketimpangan Sosial
Long-Term Impact on Social Inequality
Kenaikan PPN cenderung lebih membebani kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dibandingkan kelompok berpenghasilan tinggi. Jika tidak diimbangi dengan kebijakan kompensasi, ketimpangan ekonomi dapat semakin meningkat.
VAT increases tend toburden low-incomegroupsmore thanhigh-incomegroups. If notbalancedwithcompensation policies, economic inequalitycanincrease further.
Kolaborasi dengan Sektor Swasta dan Masyarakat
Collaborationwith the Private Sector and Community
Pemerintah perlu melibatkan sektor swasta dan masyarakat dalam menyusun kebijakan perpajakan yang lebih inklusif. Dengan demikian, kebijakan yang diterapkan dapat lebih diterima oleh masyarakat dan memiliki dampak positif yang lebih luas.
The governmentneedsto involvethe private sector and the communityinformulating moreinclusive tax policies. Thus, the policies implementedcanbe moreaccepted by the community and have a wider positive impact.
Daftar Pustaka
Bibliography
Ajeigbe, K. B., Ganda, F., & Enowkenwa, R. O. (2023). Impact of sustainable tax revenue and expenditure on the achievement of sustainable development goals in some selected African countries. Environment, Development and Sustainability, 26(10), 26287–26311. https://doi.org/10.1007/s10668-023-03730-y
Amores, A. F., Basso, H., Bischl, J. S., De Agostini, P., De Poli, S., Dicarlo, E., Flevotomou, M., Freier, M., Maier, S., García‐Miralles, E., Pidkuyko, M., Ricci, M., & Riscado, S. (2025). Inflation, Fiscal Policy, and Inequality: The Impact of the Post‐Pandemic Price Surge and Fiscal Measures on European Households. Review of Income and Wealth, 71(1), e12713. https://doi.org/10.1111/roiw.12713
Anjarwi, A. W. (2025). Tax burden and poverty in lower-middle-income countries: The moderating role of fiscal freedom. Development Studies Research, 12(1), 2466511. https://doi.org/10.1080/21665095.2025.2466511
Brancaccio, E., & Saraceno, F. (2017). Evolutions and Contradictions in Mainstream Macroeconomics: The Case of Olivier Blanchard. Review of Political Economy, 29(3), 345–359. https://doi.org/10.1080/09538259.2017.1330378
Chan, S.-G., Ramly, Z., & Karim, M. Z. A. (2017). Government Spending Efficiency on Economic Growth: Roles of Value-added Tax. Global Economic Review, 46(2), 162–188. https://doi.org/10.1080/1226508X.2017.1292857
Indrawati, S. M., Satriawan, E., & Abdurohman. (2024). Indonesia’s Fiscal Policy in the Aftermath of the Pandemic. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 60(1), 1–33. https://doi.org/10.1080/00074918.2024.2335967
Indrawati, S. M., Satriawan, E., & Abdurohman. (2024). Indonesia's Fiscal Policy in the Aftermath of the Pandemic. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 60(1), 1–33. https://doi.org/10.1080/00074918.2024.2335967
Legler, J. B., & Shapiro, P. (1968). THE RESPONSIVENESS OF STATE TAX REVENUE TO ECONOMIC GROWTH. National Tax Journal, 21(1), 46–56. https://doi.org/10.1086/NTJ41791577
Liang, Y. (2024). An MMT Informed Fiscal Reform for China. The Chinese Economy, 57(3), 207–224. https://doi.org/10.1080/10971475.2024.2319408
Miki, B. (n.d.). The Effect of the VAT Rate Change on Aggregate Consumption and Economic Growth.
Mickey, B. (n.d.). The Effect of the VAT Rate Change on Aggregate Consumption and Economic Growth.
Oates, W. E., & Schwab, R. M. (1997). THE IMPACT OF URBAN LAND TAXATION: THE PITTSBURGH EXPERIENCE. National Tax Journal, 50(1), 1–21. https://doi.org/10.1086/NTJ41789240
Qi, Q., Li, S., & Zhang, R.-Q. (2024). Optimal joint decisions of production and emission reduction considering firms’ risk aversion and carbon tax rate. International Journal of Production Research, 62(4), 1189–1205. https://doi.org/10.1080/00207543.2023.2178833
Qi, Q., Li, S., & Zhang, R.-Q. (2024). Optimal joint decisions of production and emission reduction considering firms' risk aversion and carbon tax rate. International Journal of Production Research, 62(4), 1189–1205. https://doi.org/10.1080/00207543.2023.2178833
Saez, E., Slemrod, J., & Giertz, S. H. (2012). The Elasticity of Taxable Income with Respect to Marginal Tax Rates: A Critical Review. Journal of Economic Literature, 50(1), 3–50. https://doi.org/10.1257/jel.50.1.3
Weller, C. E., & Rao, M. (2010). Progressive Tax Policy and Economic Stability. Journal of Economic Issues, 44(3), 629–659. https://doi.org/10.2753/JEI0021-3624440304