Construction of a Performance Assessment Model for Zakat Management Institutions Penyusunan Model Penilaian Kinerja Lembaga Pengelola Zakat
^(1){ }^{1} SRI FADILAH, ^(2){ }^{2} KANIA NURCHOLISAH, ^(3){ }^{3} RINI LESTARI ^(1){ }^{1} SRI FADILAH, ^(2){ }^{2} KANIA NURCHOLISAH, ^(3){ }^{3} RINI LESTARI1,2,3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Bandung Jl. Taman Sari No. 1 Bandung 40116email: ^(1){ }^{1} srifadilah71@yahoo.com Email: ^(1){ }^{1} srifadilah71@yahoo.com
Abstract Abstrak
The objective of the research is to examine the performance evaluation using Balanced Scorecard model. The research is conducted due to a big gap existing between zakat (alms and religious tax in Islam) with its potential earn of as much as 217 trillion rupiahs and the realization of the collected zakat fund that is only reached for three trillion. This indicates that the performance of zakat management organizations in collecting the zakat is still very low. On the other hand, the quantity and the quality of zakat management organizations have to be improved. This means the performance evaluation model as a tool to evaluate performance is needed. The model construct is making a performance evaluation model that can be implemented to zakat management organizations. The organizational performance with Balanced Scorecard evaluation model will be effective if it is supported by three aspects, namely: PI, BO and TQM. This research uses explanatory method and data analysis tool of SEM/PLS. Data collecting technique are questionnaires, interviews and documentation. The result of this research shows that PI, BO and TQM simultaneously and partially gives a significant effect on organizational performance. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji evaluasi kinerja dengan menggunakan model Balanced Scorecard. Penelitian dilakukan karena adanya kesenjangan besar antara zakat (sedekah dan pajak agama dalam Islam) dengan potensi perolehan sebanyak 217 triliun rupiah dan realisasi dana zakat terkumpul yang hanya tercapai tiga triliun. Hal ini menandakan bahwa kinerja organisasi pengelola zakat dalam mengumpulkan zakat masih sangat rendah. Di sisi lain, kuantitas dan kualitas organisasi pengelola zakat harus ditingkatkan. Artinya, diperlukan model evaluasi kinerja sebagai alat untuk mengevaluasi kinerja. Konstruksi model adalah membuat model evaluasi kinerja yang dapat diimplementasikan pada organisasi pengelola zakat. Kinerja organisasi dengan model evaluasi Balanced Scorecard akan efektif jika didukung oleh tiga aspek, yaitu: PI, BO dan TQM. Penelitian ini menggunakan metode penjelasan dan alat analisis data SEM/PLS. Teknik pengumpulan data adalah kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PI, BO dan TQM secara bersamaan dan sebagian memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja organisasi.
Keywords: zakat, zakat organizations and organizational performance. Kata kunci: zakat, organisasi zakat dan kinerja organisasi.
Introduction Perkenalan
This study is a continuation of previous studies related to the zakat management model with the good governance of Amil Zakat Organization (LAZ). After the LAZ management model is found out, this study is aimed at learning more about the assessment of LAZ performance using Balanced Scorecard model. The background of this research is the issue that related to the concept of zakat implementation as an individual’s religious obligation and as a common public financial component. Regulation number 23 of 2011 about zakat management has become a strong legal protection for the zakat management in Indonesia. This is triggered by the gaps between the potential zakat that is as much as 217 trillion with the funds that are collected which only reached for 3 trillion. It showed a very low performance in collecting the zakat. Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya terkait model pengelolaan zakat dengan tata kelola yang baik Organisasi Amil Zakat (LAZ). Setelah ditemukan model manajemen LAZ, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari lebih lanjut tentang penilaian kinerja LAZ menggunakan model Balanced Scorecard. Latar belakang penelitian ini adalah isu yang berkaitan dengan konsep implementasi zakat sebagai kewajiban agama individu dan sebagai komponen keuangan publik bersama. Peraturan nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat telah menjadi perlindungan hukum yang kuat bagi pengelolaan zakat di Indonesia. Hal ini dipicu oleh kesenjangan antara potensi zakat yang sebanyak 217 triliun dengan dana yang terkumpul yang hanya mencapai 3 triliun. Hal ini menunjukkan kinerja yang sangat rendah dalam pengumpulan zakat.
To overview the performance of LAZ comprehensively, a balanced scorecard model (Rohm: 2004) is used. It is a model of Untuk meninjau kinerja LAZ secara komprehensif, model balanced scorecard (Rohm: 2004) digunakan. Ini adalah model dari
an organizational performance assessment that includes financial and non-financial perspectives (Customers and Stakeholders, Internal Business Process and Employees and Organization Capacity). In fact, many obstacles can hinder the implementation of balanced scorecard model, especially LAZ. Therefore, we need to find out the factors that influence the implementation of balanced scorecard model to improve the performance of LAZ. There can be many factors that influence the application of balanced scorecard model, but allegedly the following factors that influence the implementation of balanced scorecard models are: the implementation of internal control (Christian Herdinata, 2008: 14-15), the implementation of organizational culture (Apfelthaler, Muller and Rehder.2002: 108) and the implementation of total quality management (Samdin, 2002: 19). penilaian kinerja organisasi yang mencakup perspektif keuangan dan non-keuangan (Pelanggan dan Pemangku Kepentingan, Proses Bisnis Internal dan Kapasitas Karyawan dan Organisasi). Bahkan, banyak kendala yang dapat menghambat penerapan model balanced scorecard, khususnya LAZ. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan model balanced scorecard untuk meningkatkan kinerja LAZ. Ada banyak faktor yang mempengaruhi penerapan model balanced scorecard, namun diduga faktor-faktor berikut yang mempengaruhi penerapan model balanced scorecard adalah: penerapan pengendalian internal (Christian Herdinata, 2008: 14-15), penerapan budaya organisasi (Apfelthaler, Muller dan Rehder.2002: 108) dan penerapan manajemen mutu total (Samdin, 2002: 19).
Many models are used to assess a performance. One of them is balanced scorecard. The balanced scorecard is a management system of measurement and Banyak model digunakan untuk menilai kinerja. Salah satunya adalah balanced scorecard. Kartu skor seimbang adalah sistem manajemen pengukuran dan
Source: Rohm. Howard (2004) Sumber: Rohm. Howard (2004) ·
Figure 1 Balanced Scorecard for Public Organization Gambar 1 Balanced Scorecard untuk Organisasi Publik
The first factor that affects organizational performance in zakat management organization, LAZ in particular is an internal control. According to Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission Faktor pertama yang mempengaruhi kinerja organisasi dalam organisasi pengelolaan zakat, LAZ khususnya adalah pengendalian internal. Menurut Komite Organisasi Sponsor Komisi Treadway
(COSO. 2004: 13) which is also cited by the Indonesian Institute of Accountants (IAI.2012: 319.2) stated that it is important for all managers to understand the importance of the implementation and maintenance of effective internal control which has become their responsibility. To achieve the objectives of internal control, COSO (2004: 16-18) explains the components of internal control, as follows: environmental control, risk assessment, controlling activities, information and communication, and monitoring. (COSO. 2004: 13) yang juga dikutip oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI.2012: 319.2) menyatakan bahwa penting bagi semua manajer untuk memahami pentingnya penerapan dan pemeliharaan pengendalian internal yang efektif yang telah menjadi tanggung jawab mereka. Untuk mencapai tujuan pengendalian internal, COSO (2004: 16-18) menjelaskan komponen pengendalian internal, sebagai berikut: pengendalian lingkungan, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan.
Furthermore, the second factor that might influence the organizational performance of zakat management organization (LAZ in particular) is organizational culture. According to Kreitner (2008: 72). Organizational culture has an important function in organizations where organizational culture serves as a mean to unite the members of the organization that consists of a set of individuals with different backgrounds. On the other hand, according to Apfelthaler, Muller and Rehder (2002: 108), organizational culture can improve its excellence to win the completion by improving organizational performance. The results of Flamholtz (2001: 266-273) has stated that organizational culture affects organizational performance through management process and system. The results of the previous research show that organizational culture can improve organizational performance through a certain media such as compatible management, system and processor, and organizational governance. Organizational culture for LAZ, is called organization culture because LAZ is a non-government organization in social and religious fields. LAZ is an (business) organization that works horizontally and bonds by vertical laws (Islamic/Shariah compliance). The dimension or main characteristic of organizational culture that can be measured is revealed by Robbins (2010:510) which includes seven characteristics, which are: (1) Innovation and risk taking, i.e. the extent to which employees are encouraged to innovative and take risks; (2) Attention to detail, is the extent to which employees are expected to show a precision analysis and attention to details;(3) Outcome orientation, is the extent to which management focuses on results rather than on the techniques and processes used to achieve those results; (4) People orientation, is the extent to which management decisions take into account the effects of the outcomes of people within Selanjutnya, faktor kedua yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi organisasi pengelola zakat (LAZ khususnya) adalah budaya organisasi. Menurut Kreitner (2008: 72). Budaya organisasi memiliki fungsi penting dalam organisasi dimana budaya organisasi berfungsi sebagai sarana untuk menyatukan anggota organisasi yang terdiri dari sekumpulan individu dengan latar belakang yang berbeda. Di sisi lain, menurut Apfelthaler, Muller dan Rehder (2002: 108), budaya organisasi dapat meningkatkan keunggulannya untuk memenangkan penyelesaian dengan meningkatkan kinerja organisasi. Hasil Flamholtz (2001: 266-273) telah menyatakan bahwa budaya organisasi mempengaruhi kinerja organisasi melalui proses dan sistem manajemen. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa budaya organisasi dapat meningkatkan kinerja organisasi melalui media tertentu seperti manajemen yang kompatibel, sistem dan prosesor, serta tata kelola organisasi. Budaya organisasi untuk LAZ, disebut dengan budaya organisasi karena LAZ merupakan organisasi non-pemerintah di bidang sosial dan keagamaan. LAZ adalah organisasi (bisnis) yang bekerja secara horizontal dan terikat dengan hukum vertikal (kepatuhan Islam/Syariah). Dimensi atau karakteristik utama budaya organisasi yang dapat diukur diungkapkan oleh Robbins (2010:510) yang meliputi tujuh karakteristik, yaitu: (1) Inovasi dan pengambilan risiko, yaitu sejauh mana karyawan didorong untuk berinovasi dan mengambil risiko; (2) Perhatian terhadap detail, adalah sejauh mana karyawan diharapkan untuk menunjukkan analisis yang tepat dan perhatian terhadap detail; (3) Orientasi hasil, adalah sejauh mana manajemen berfokus pada hasil daripada pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut; (4) Orientasi orang, adalah sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek dari hasil orang-orang di dalamnya
the organization, (5) Team orientation, is the extent to which activities are organized into teams rather than individuals; (6) Aggressiveness, is the extent to which people are aggressive and communicative rather than relaxed; (7) Stability is the extent to which the organization’s activities emphasize the maintenance of the status quo as a growth contrast. organisasi, (5) Orientasi tim, adalah sejauh mana kegiatan diatur ke dalam tim daripada individu; (6) Agresivitas, adalah sejauh mana orang agresif dan komunikatif daripada santai; (7) Stabilitas adalah sejauh mana kegiatan organisasi menekankan pemeliharaan status quo sebagai kontras pertumbuhan.
These seven characteristics describe the organizational culture and become the basis of common understanding among the members about the organization and it reflects the power that should be owned which can be illustrated as follows: Ketujuh karakteristik tersebut menggambarkan budaya organisasi dan menjadi dasar pemahaman bersama di antara anggota tentang organisasi dan mencerminkan kekuatan yang harus dimiliki yang dapat diilustrasikan sebagai berikut:
source: Robbins, Organizational Behavior. 2010: 265 sumber: Robbins, Perilaku Organisasi. 2010: 265
Figure 2. Relationship between organizational culture and organizational performance Gambar 2. Hubungan antara budaya organisasi dan kinerja organisasi
Figure 2 depicts that employees form an overall subjective perception of the organization based on factors such as risk tolerance, the pressure on the team and support. This overall perception, then, becomes organizational culture. The perception that supports or the one that does not support this will influence employee performance and satisfaction. Performance and satisfaction will increase in the form of stronger organizational culture. Gambar 2 menggambarkan bahwa karyawan membentuk persepsi subjektif secara keseluruhan tentang organisasi berdasarkan faktor-faktor seperti toleransi risiko, tekanan pada tim, dan dukungan. Persepsi keseluruhan ini, kemudian, menjadi budaya organisasi. Persepsi yang mendukung atau yang tidak mendukung hal ini akan mempengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan. Kinerja dan kepuasan akan meningkat dalam bentuk budaya organisasi yang lebih kuat.
Finally, the third factor considered to influence the organizational performance of LAZ in particular, and zakat management organizations in general, are total quality of the management. Total Quality Management (TQM) is a management model of doing business to achieve good governance through continuous improvement of the products, services, people, processes and environment. Implementing of TQM model can create better zakat fund management, donation and shadaqah and, ultimately improve the performance of LAZ. On the other hand, many private zakat institutions are founded and it will result in a high level of competition among zakat management institutions (LAZ). Terakhir, faktor ketiga yang dianggap mempengaruhi kinerja organisasi LAZ pada khususnya, dan organisasi pengelola zakat pada umumnya, adalah kualitas total pengelolaan. Total Quality Management (TQM) adalah model manajemen melakukan bisnis untuk mencapai tata kelola yang baik melalui peningkatan produk, layanan, orang, proses dan lingkungan secara berkelanjutan. Penerapan model TQM dapat menciptakan pengelolaan dana zakat, donasi dan shadaqah yang lebih baik dan pada akhirnya meningkatkan kinerja LAZ. Di sisi lain, banyak lembaga zakat swasta yang didirikan dan akan mengakibatkan tingginya tingkat persaingan antar lembaga pengelola zakat (LAZ).
Received: August 02, 2016, Revision: November 10, 2016, Accepted: December 19, 2016 Diterima: 02 Agustus 2016, Revisi: 10 November 2016, Diterima: 19 Desember 2016
Print ISSN: 0215-8175; Online ISSN: 2303-2499. Copyright@2016. Published by Pusat Penerbitan Universitas (P2U) LPPM Unisba Accredited by DIKTI. SK Kemendikbud, No.040/P/2014, valid 18-02-2014 until 18-02-2019 Cetak ISSN: 0215-8175; ISSN Online: 2303-2499. Copyright@2016. Diterbitkan oleh Pusat Penerbitan Universitas (P2U) LPPM Unisba Terakreditasi DIKTI. SK Kemendikbud, No.040/P/2014, berlaku 18-02-2014 sampai dengan 18-02-2019