This is a bilingual snapshot page saved by the user at 2025-3-10 7:53 for https://app.immersivetranslate.com/word/, provided with bilingual support by Immersive Translate. Learn how to save?


Peran SMP dalam Penanganan Bullying sebagai Perlindungan Korban


Informasi Artikel

Abstract


Kata kunci
:


Bullying, Perlindungan Hukum, Pendidikan Karakter


DOI:


Penelitian ini menganalisis peran SMA junor dalam penanganan bullying sebagai perlindungan hukum bagi korban. Bullying di lingkungan sekolah merupakan masalah serius dan sangat mempengaruhi kondisi psikologis dan sosial korban dan juga dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Dengan menggunakan metode penelitian hukum empiris dan pendekatan kualitatif, penelitian ini mengeksplorasi peran sekolah dalam pencegahan dan penanganan kasus bullying, serta penerapan sanksi hukum yang relevan kepada pelaku. Data diperoleh melalui wawancara, observatoon dan studi dokumentasi di SMPN 17 Tangerang Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa schooks memiliki peran penting dalam mencegah bullying melalui pendidikan karakter, pembentukan kelompok anti bullying dan kerjasama dengan orang tua. Namun, penerapan perlindungan hukum bagi korban masih menghadapi tantangan seperti kurangnya pemahaman tentang kekebalan dan sekolah terkait urgensi pendidikan anti bullying. Penelitian ini menyimpulkan bahwa diperlukan sinergi antara kebijakan sekolah, undang-undang dan dukungan psikologis untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman.


Pendahuluan (Times New Roman (12pt) & Tebal)


Sekolah di era saat ini memiliki peran strategis dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi siswa, di mana sekolah merupakan lembaga pendidikan resmi yang berfungsi sebagai sarana belajar bagi siswa. Peran sekolah, terutama guru dan pendidik, sangat penting untuk perkembangan siswa di sekolah. Di sekolah, siswa tidak hanya diberikan pembelajaran akademik atau non akademik, tetapi juga diberikan penguatan dalam pendidikan karakternya. Pendidikan karakter di Indonesia secara formal terintegrasi secara terarah melalui sistem pendidikan sejak anak-anak masuk sekolah. Namun, penguatan pendidikan karakter menjadi prioritas melalui Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)1, yang bertujuan untuk membentuk siswa yang berjiwa Pancasila, mengembangkan pendidikan karakter, serta memperkuat potensi dan kompetensi siswa. Di sisi lain, terkait pengembangan pendidikan karakter, pendidikan moral juga sangat penting dalam upaya pencegahan bullying di sekolah. Melalui program pendidikan karakter, siswa diajarkan untuk lebih menghargai perbedaan dan memahami dampak negatif dari perilaku bullying terhadap korban.


Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah maraknya kasus bullying yang sering terjadi di lingkungan sekolah antar siswa, sehingga bullying dapat mengganggu kegiatan belajar mereka di sekolah. Data di Indonesia menunjukkan bahwa kasus bullying di sekolah merajalela di SD, SMP, SMA, dan universitas2. Kasus bullying di sekolah merupakan hal yang harus diperhatikan karena dampaknya pada korban sangat bertahanlama3. Bullying yang terjadi di lingkungan sekolah merupakan masalah yang sangat serius dan berdampak pada perkembangan baik secara psikologis maupun sosial, seperti kepercayaan diri, trauma, dan depresi. Dalam situasi seperti ini, dapat mempengaruhi proses belajar, kepercayaan diri, dan interaksi sosial. Karena perilaku bullying ini berpotensi dilakukan berulang kali oleh individu atau kelompok dengan tujuan untuk mendominasi, mengintimidasi, atau menyakiti korban. Dalam kasus bullying yang terjadi di Indonesia, terutama di sekolah, masih sering terjadi dan dianggap normal. Banyak sekolah yang belum menerapkan pencegahan anti bullying secara optimal dengan menyelenggarakan pendidikan karakter.


Dalam data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Indonesia, khususnya di dunia pendidikan pada tahun 2023 terdapat 143 kasus4Kekerasan yang terjadi di sekolah akan menimbulkan perasaan balas dendam, kebencian, ketakutan, dan kurang percaya diri5Menurut Komnas HAM (Hak AsasiManusia), bullying adalah tindakan yang merendahkan martabat anak secara psikologis dan memiliki tingkat hukum yang berbeda-beda.Secaraumum, bullying adalah perilaku agresif untuk melampiaskan amarah, frustrasi atau emosi yang dapat merugikan orang lain atau korban. Pada anak-anak remaja awal, sekitar 12 hingga 15 tahun, mereka berada dalam fase perkembangan penting baik secara emosional maupun sosial, di mana anak-anak pada fase ini membentuk identitas diri mereka dan belajar untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial yang lebih kompleks di sekitar mereka, seperti di lingkungan sekolah. Pada fase ini, anak sangat rentan terhadap tekanan bullying yang terjadi, terutama ketika pelakunya adalah teman bermain atau teman sebaya. Oleh karena itu, penerapan penanganan bullying yang terjadi di sekolah membutuhkan pendekatan yang mendalam, melibatkan semua unsur, yaitu implementasi yang dilakukan mulai dari guru, orang tua, hingga siswa.


Pembentukan kelompok anti bullying siswa di sekolah merupakan langkah penting dalam upaya pencegahan dan penanggulangan bullying, kelompok ini bertujuan untuk secara aktif melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolah yang aman, ramah, dan bebas bullying7. Selain itu, ada kerja sama antara sekolah dan orang tua dalam penanganan bullying untuk saling mendukung dan menjaga kesejahteraan siswa baik di sekolah maupun di rumah. Dalam hal ini, orang tua harus terlibat aktif dalam upaya pencegahan dan penanganan, melalui sosialisasi membahas isu bullying. Selain itu, sekolah dapat mengadakan program dukungan bagi korban bullying, seperti konseling dan bantuan psikologis. Ketersediaan bantuan psikologis sangat penting untuk membantu korban pulih dari trauma yang dialaminya. Program seperti ini dapat menjadi tempat yang aman bagi siswa untuk berbagi pengalaman dan mendapatkan dukungan emosional dari para profesional. Tantangan dan kendala yang dihadapi sekolah terkait penanganan kasus bullying meliputi sejumlah kerumitan yang perlu diatasi. Mengenai penerapan sanksi atau langkah-langkah tertentu, diperlukan pemahaman yang mendalam tentang hukum pendidikan dan hak-hak siswa.


Dalam menghadapi tantangan dan hambatan ini, sekolah perlu menerapkan pendekatan holistik dan berkelanjutan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan mendukung bagi semua siswa8. Dalam hal ini, sekolah memiliki kapasitas untuk bertindak sebagai pelindung bagi korban bullying melalui berbagai kebijakan dan program intervensi. Salah satu langkah awal yang dapat dilakukan adalah memastikan bahwa ada aturan yang jelas mengenai larangan bullying dan tata cara penanganannya. Kebijakan ini harus disosialisasikan secara menyeluruh kepada seluruh warga sekolah, baik oleh guru, orang tua, maupun siswa. Sehingga semua pihak memahami peran dan tanggung jawabnya dalam menjaga lingkungan sekolah yang aman. Dengan demikian, korban merasa didukung dan memiliki jalur yang jelas untuk melaporkan jika mereka mengalami kekerasan atau intimidasi. Di Indonesia, juga telah ada dasar hukum untuk melindungi anak dari kekerasan termasuk bullying, yaitu Undang-Undang Perlindungan Anak di Indonesia. Khususnya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang tersebut memberikan dasar hukum untuk melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan, termasuk bullying yang terjadi di lingkungan sekolah.


Pasal 54 ayat (1) menyatakan, "Anak di dalam dan sekitar satuan pendidikan harus mendapatkan perlindungan dari kekerasan fisik, psikologis, atau kejahatan lain yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama siswa, dan/atau pihak lain"9. Pasal di atas menyatakan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang mengubah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dimana anak atau siswa berhak menerima pendidikan di lingkungan yang aman, nyaman, dan memiliki perlindungan khusus dalam pendidikan. Dengan diterapkannya pendidikan karakter di sekolah yang sejalan dengan upaya pemerintah untuk melindungi anak melalui Undang-Undang Perlindungan Anak, terutama terkait perundungan yang terjadi di satuan pendidikan, memperkuat perlindungan hukum bagi anak yang menjadi korban. Ini memberikan jaminan kepada siswa bahwa mereka memiliki hak untuk merasa aman di lingkungan sekolah. Namun, dalam penerapan perlindungan hukum ini, berbagai tantangan masih sering dihadapi, baik berupa ketidaktahuan masyarakat tentang perilaku bullying, kurangnya kesadaran sekolah tentang pentingnya penerapan pendidikan karakter terkait perilaku bullying. Hal inilah yang membuat efektivitas perlindungan ini masih sering dipertanyakan. Integrasi upaya hukum dan dukungan psikologis diharapkan dapat memberikan perlindungan yang komprehensif bagi anak korban bullying.

Materi Perpres No. 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, (6 September 2017), terdapat di situs <https://setkab.go.id/inilah-materi-perpres-no-87-tahun-2017-tentang-penguatan-pendidikan-karakter/>, diakses pada tanggal 10 Oktober 2024.


2Farah Mutia, Almuhajir, dan Said Alwi, "Strategi KepalaSekolah dalamPenanggulangan Bullying di Sekolah", Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran, 2024.


3Hasna Salsabila, Kaamilah Nurnazhiifa, Lara Sati, dan Husen Windayana, "Peran LayananKhususBimbingan dan Konselingdalam Mencegah Bullying di Sekolah Dasar", Aulad: Jurnal Sekolah Dasar Islam, 2021.

4 Data Kasus Perlindungan Anak dari Pengaduan ke KPAI Tahun 2023, Bank Data KPAI, (12 Desember 2019), terdapat di situs <https:// https://bankdata.kpai.go.id/tabulasi-data/data-kasus-perlindungan-anak-dari-pengaduan-ke-kpai-tahun-2023> diakses pada tanggal 15 September 2024.


5 Ayu Widya Rachma, "Upaya Pencegahan Bullying di LingkupSekolah", Jurnal Hukum dan Pembangunan Ekonomi, 2022.


6Bullying, Antara Etika dan Hukum, Komnas HAM, (1 Oktober 2015), terdapat di situs <https:www.komnasham.go.id/ ndex.php/news/2015/10/1/210/bullying-antara-etika-dan-hukum>, diakses pada tanggal 15 September 2024.


7Evin Novianti, dan Duma LumbanTobing, "PemberdayaanKelompokRemajadalamPencegahanPerilaku Bullying di SMA X Baros Serang Banten", JurnalAbdimas UMTAS, 2020.


8 Nur Asiyah dan Nefi Darmayanti, "Strategi Guru Bimbingan dan KonselingdalamMenangani Korban Bullying di Sekolah", JurnalManajemen Pendidikan dan IlmuSosial, 2024.

9 Indonesia, Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 atas Perubahan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Lembaran Negara Nomor 297 Tahun 2014.


Diskusi


Peran SMP dalam Penanganan Bullying Anak


Dalam penanganan bullying, sekolah memiliki peran penting dalam menangani kasus bullying yang terjadi. Seperti yang dijelaskan dalam teori apa itu peran dan peran sekolah, peran tersebut dimaksud dengan pelaksanaan hak dan kewajiban oleh seseorang sesuai dengan posisinya. Dengan kata lain, peran adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu lembaga atau organisasi10
.


Oleh karena itu, pendidikan nasional sangat penting karena berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam kehidupan bangsa11. Karena di sekolah ada organisasi atau forum bagi sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan dengan memanfaatkan semua sumber daya secara selektif, efektif, dan efisien untuk membantu siswa mencapai proses kedewasaanmereka 12. Dan sekolah adalah lembaga pendidikan yang memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman, nyaman dan mendukung untuk perkembangan anak. Dalam hal ini, bullying yang terjadi, sekolah harus berperan sebagai lembaga yang tidak hanya mengajarkan materi akademik atau non akademik, tetapi juga menjadikan wadah untuk mengedukasi siswa tentang nilai-nilai moral, empati, dan pentingnya saling menghormati. Sekolah juga bertanggung jawab untuk memiliki kebijakan perlindungan hukum dan merancang mekanisme untuk mencegah bullying dan memberikan solusi jika bullying terjadi dan memastikan bahwa bullying tidak terjadi lagi di masa depan. Dalam hasil wawancara, dengan beberapa siswa dan guru BK, bahwa peran sekolah dalam penanganan bullying sudah mulai diterapkan meskipun ada tantangan yang harus dihadapi oleh sekolah. Sekolah memiliki kebijakan anti bullying, sekolah telah menetapkan kebijakan yang melibatkan memanggil pelaku, memberikan peringatan, peringatan, hingga menelepon orang tua, jika bullying terjadi berulang kali. Dalam kasus yang serius, badan siswa dan bahkan penegak hukum atau layanan perlindungan anak terlibat.


Prosedur ini bertujuan untuk memberikan efek jera pada pelaku dan melindungi korban. Selain itu, sekolah aktif mengadakan pembinaan, seminar, dan sosialisasi yang melibatkan pihak eksternal seperti kepolisian, kejaksaan, BKKBN dan layanan perlindungan anak. Kegiatan ini memberikan edukasi kepada siswa dan guru tentang pentingnya menghormati hak orang lain dan dampak hukum dari bullying. Guru BK, Ibu (D) menjadi pelindung dalam menerima laporan dari siswa yang mengalami perundungan, proses penanganannya dimulai dengan mendengarkan laporan korban, menengahi antara korban dan pelaku, hingga memberikan peringatan dan sanksi sesuai dengan peraturan sekolah. Guru BK memiliki tanggung jawab untuk mendampingi korban, menyediakan ruang untuk melaporkan kasus, dan membantu mencari solusi. Dalam beberapa kasus bullying yang terjadi, seperti yang disampaikan oleh guru BK, Ibu (D) juga memastikan bahwa pelaku mendapatkan pembinaan agar tidak mengulangi tindakan yang sama. Guru BK, Ibu (D) bertindak sebagai mediator antara korban dan pelaku serta berkoordinasi dengan orang tua untuk mendukung proses pemulihan korban.


Namun, berdasarkan temuan dalam penelitian ini, terdapat tantangan dalam penanganan kasus bullying yang terjadi di luar lingkungan sekolah, terutama pada pelaku yang merupakan alumni atau ada intimidasi yang menambah kompleksitas penanganan bullying di sekolah ini, yang membuat korban takut untuk melaporkan kejadian tersebut. Ini adalah perhatian serius bagi sekolah untuk meningkatkan pengawasan dan menjalin kerja sama yang lebih erat dengan keamanan.


Dalam hal ini, ada faktor yang menyebabkan perilaku bullying di Sekolah XXX. Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat dilihat bahwa faktor-faktor penyebab perilaku bullying adalah sebagai berikut:


Senioritas sebagai salah satu penyebab perilaku bullying sebenarnya juga dilakukan oleh siswa sendiri sebagai peristiwa laten. Keinginan mereka untuk melanjutkan masalah senioritas adalah hiburan, saluran untuk membalas dendam, iri hati, atau mencari popularitas, melanjutkan tradisi atau untuk menunjukkan kekuasaan.


Sifat yang mereka rasa memiliki kelebihan atau merasa sempurna, misalnya mereka merasa memiliki penampilan yang lebih baik dari yang lain.


Keluarga yang berantakan, masalah dalam keluarga terkadang mengekspresikan diri kepada teman-teman mereka di lingkungan sekolah.


Bullying digunakan sebagai lelucon untuk hiburan.


Untuk meningkatkan popularitas pelaku di antara teman-temannya.


Adanya perbedaan ekonomi, terkadang perbedaan ekonomi membuat orang menggertak karena merasa memiliki posisi yang lebih baik.


Berdasarkan hipotesis peneliti, secara keseluruhan peran sekolah telah terlihat dalam penanganan kasus bullying, meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh sekolah, peran sekolah dalam penanganan bullying tetap membutuhkan pendekatan yang lebih tegas dan sistematis dalam memastikan bahwa perlindungan terhadap korban dapat dilakukan secara optimal, perlu ada evaluasi dan penguatan kebijakan dengan melibatkan semua pihak, termasuk orang tua dan aparat penegak hukum, terutama ketika kasus bullying melibatkan ancaman dari luar sekolah, seperti dalam kasus yang melibatkan alumni.

0 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2014)


1Yunan, Ella, Kunthi, Brian, Bunga, dan Isfia, "Ketidaktegasan Lembaga Pendidikan dalam MemberikanPerlindungan Hukum Terhadap Kasus Bullying di LingkunganSekolah", JurnalFakultas Hukum Universitas Pancasila, 2024.

2 Munir Yusuf, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Palopo: Lembaga Penerbit Kampus IAIN Palopo, 2018).


Penerapan Sanksi Perlindungan Hukum bagi Anak Terhadap Perundungan di Sekolah Menengah Pertama


Perlindungan hukum merupakan hak dasar yang harus diberikan kepada setiap anak untuk mencegah kekerasan, termasuk bullying. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 54 ayat (1) menyatakan, "Anak di dalam dan di sekitar satuan pendidikan diwajibkan mendapatkan perlindungan dari kekerasan fisik, psikologis, atau kejahatan lain yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama siswa, dan/atau pihak lain"13


Tujuan dari keberadaan hukum itu sendiri, menurut teori keadilan bermartabat yang bermartabat manusia melalui keadilan, berarti bahwa manusia harus tetap manusiawi dan tidak dihancurkan sehingga manusia dapat sejahtera dalam konteks negara manapun, terlepas dari kondisi dan ruang lingkupnya14. Dalam kasus bullying, perlindungan hukum harus mencakup tindakan pencegahan di tingkat sekolah, serta sanksi terhadap pelaku untuk mencegah kekerasan lebih lanjut. Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki kewajiban untuk menegakkan peraturan yang melindungi anak dari tindakan kekerasan, baik secara fisik maupun psikologis. Karena setiap anak memiliki martabat dan layak dihormati dan setiap anak yang lahir harus memiliki haknya sebagai anak, tanpa harus meminta15. Dari hasil wawancara, dengan Guru BK, Ibu (D) di Sekolah XXX, ditemukan bahwa sekolah sudah memiliki kebijakan terkait perundungan untuk memberikan sanksi terhadap pelaku perundungan, mulai dari peringatan hingga tindakan, edukasi, dan pembinaan oleh pihak eksternal yaitu kepolisian, Kejaksaan Agung, BKKBN, dan dinas perlindungan anak.


Sanksi ini didasarkan pada kebijakan internal sekolah yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, namun pelaksanaan sanksi tersebut tidak sepenuhnya efektif, karena tidak selalu disertai dengan tindakan hukum yang lebih tegas. Beberapa kasus bullying yang terjadi mengakibatkan kekerasan fisik atau mental tidak ditindaklanjuti di ranah hukum, meskipun memenuhi kriteria pelanggaran hukum. Lebih lanjut, berdasarkan hasil wawancara dengan siswa yang menjadi korban bullying, mereka berharap pihak sekolah akan mengambil tindakan yang lebih tegas terhadap pelaku bullying. Guru BK, Ibu (D) memastikan bahwa pelaku memahami konsekuensi hukum dari tindakannya untuk mencegah terulangnya kasus bullying. Korban bullying mendapatkan perlindungan hukum melalui kebijakan sekolah yang menekankan hak-hak anak sesuai dengan hukum, sekolah juga bekerja sama dengan lembaga perlindungan anak untuk memberikan bantuan lebih lanjut jika diperlukan. Guru BK, Ibu (D) berperan dalam memastikan korban merasa aman dan mendapatkan dukungan untuk memulihkan kondisi mental dan emosionalnya. Hal ini menunjukkan, meskipun sekolah telah melakukan upaya untuk memberikan perlindungan, masih ada ruang untuk memperkuat penerapan sanksi yang lebih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama dalam hal memberikan efek jera kepada pelaku.


Namun, tantangan yang dihadapi sekolah antara lain terbatasnya pengawasan terhadap alumni yang sulit dilacak dan sering terlibat dalam kasus bullying, serta kurangnya keberanian korban untuk melapor karena ancaman atau tekanan sosial yang terjadi. Hipotesis peneliti adalah bahwa penerapan sanksi di sekolah sudah ada, penting juga untuk melibatkan pihak berwenang dalam penanganan kasus bullying yang serius. Penerapan perlindungan hukum bagi anak perlu diperkuat, dengan memastikan bahwa setiap kasus perundungan yang berdampak serius dapat diselesaikan secara hukum, baik melalui proses hukum di tingkat sekolah maupun di luar sekolah, untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan perlindungan maksimal bagi korban.

3
Indonesia
Undang-Undang
[35]
Tahun 2014 atas Perubahan Undang-Undang
[23]
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Lembaran Negara Nomor 297 Tahun 2014.


4Yunan, Lisda, Siti, Henri, Cipta, Rury, dan Endra, "Penerapan Teori KeadilanBermartabat Dalam Kasus Korban PelecehanSeksual Yang MelakukanPencemaran Nama Baik Di Media Sosial", Jurnal Universitas Tarumanegara, 2022.


5Yunan, Hartiwiningsih, Hari, dan Soehartono, "KeadilanRestoratif (Diversi): Suatu Upaya HarmonisasiPerlindungan Hukum Terhadap Anak TindakPidanaSebagaiPelaku dan Korban", JurnalKonferensiInternasionaltentang Hukum, Ekonomi dan Kesehatan, 2020.


Kesimpulan


Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Peran SMP dalam Penanganan Bullying sebagai Bentuk Perlindungan Korban, peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:


Peran Sekolah dalam Penanganan Bullying. Sekolah memiliki peran penting dalam menangani dan mencegah perilaku bullying yang terjadi. Dengan demikian, kebijakan anti bullying ini telah diterapkan melalui berbagai tindakan, seperti peringatan, pembinaan, dan melibatkan aparat penegak hukum, di mana siswa yang terlibat dalam bullying di sekolah ini dapat menjadi sasaran poin pelanggaran hingga putus sekolah, namun efektivitasnya masih menghadapi tantangan. Faktor-faktor yang menyebabkan bullying, seperti senioritas, kondisi keluarga (broken home), dan perbedaan ekonomi, membuatnya sangat sulit untuk ditangani. Selain itu, ancaman dari pelaku yang merupakan alumni dan rendahnya keberanian korban untuk melapor, menjadi kendala utama. Oleh karena itu, peran sekolah dalam membangun lingkungan yang aman dan mendukung perlu ditingkatkan melalui pendekatan yang lebih sistematis dan tegas.


Penerapan sanksi dan perlindungan hukum bagi anak. Perlindungan hukum bagi anak dari perilaku bullying telah diatur dalam kebijakan sekolah yang mengacu pada peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun, penerapan sanksi terhadap pelaku bullying masih belum optimal, terutama dalam memberikan efek jera bagi pelaku bullying. Beberapa kasus bullying yang memenuhi kriteria pelanggaran hukum tidak ditindaklanjuti dengan tegas ke ranah hukum. Selain itu, keterlibatan alumni sebagai pelaku bullying sulit dilacak. Dengan demikian, pihak eksternal, seperti BKKBN, kejaksaan, lembaga perlindungan anak, dan khususnya kepolisian telah memberikan dukungan dalam penanganan, namun perlu ditingkatkan untuk memberikan perlindungan yang lebih optimal bagi korban.


Saran


Berdasarkan kesimpulan yang telah disampaikan peneliti di atas, ada beberapa saran yang akan diberikan dan disampaikan oleh peneliti kepada Sekolah XXX, yaitu sebagai berikut:


Peneliti memiliki harapan besar agar kasus perilaku bullying dapat dihilangkan dari sekolah, terutama di Sekolah XXX, di mana sekolah perlu melakukan evaluasi lebih dalam dan memperkuat kebijakan anti bullying secara berkala dengan melibatkan semua pihak, termasuk orang tua, siswa, guru, dan penegak hukum. Selain itu, penegakan sanksi terhadap pelaku perundungan harus dilakukan lebih tegas, terutama pada kasus-kasus yang berdampak serius, untuk memberikan efek jera bagi pelaku dengan meningkatkan kerja sama, terutama dengan lembaga perlindungan anak, psikolog dalam penanganan kasus serius dan juga menciptakan sistem pelaporan anonim yang mudah diakses untuk melindungi korban dari tekanan sosial dan ancaman dari pelaku.


Masih sangat sedikit orang yang peduli dengan perilaku bullying yang terjadi, sehingga langkah yang harus dilakukan adalah dengan menerapkan program edukasi berkelanjutan mengenai dampak bullying pada seluruh siswa, tidak hanya dengan memilih beberapa siswa yang terkena perilaku bullying di sekolah, dengan mengadakan seminar, pelatihan, atau gerakan anti bullying. Selain itu, sekolah juga mengintegrasikan lebih banyak nilai-nilai moral dan empati ke dalam kurikulum untuk membangun budaya sekolah yang lebih inklusif dan aman. Dengan demikian, seluruh siswa mengetahui peraturan hukum yang berlaku, terutama dengan kasus bullying di sekolah, mereka dapat memperketat pengawasan lingkungan sekolah, terutama terhadap ancaman bullying yang melibatkan alumni.


Referensi


B:

Abintoro Prakoso, Hukum Perlindungan Anak, (Yogyakarta: Laksbang Presindo, 2016).


Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1993).

Aris, Ahmad, Edy, Rina, Buku Pengantar Metodologi Penelitian Hukum, (Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2023)

Astuti Mulia, Kebijakan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak, (Jakarta: P3KS Press, 2013).

Bambang Waluyo, Viktimologi Perlindungan Korban dan Saksi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012).

Bruce J Cogen, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rineke Cipta, 1992).

Darwin Prinst, Hukum Anak Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2003).

David Goodwin, Strategi Mengatasi Bullying, (Batu: Lexy Pello, 2010).

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2014)

G. Widiartana, Viktimologi Perspektif Korban dalam Penanggulangan Kejahatan, (Yogyakarta: Cahya Atma Pustaka, 2014).

Koentrajaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru, 1985).

Munir Yusuf, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Palopo: Lembaga Penerbit Kampus IAIN Palopo, 2018).

Olweus, Bullying at School, (Australia: Blackwell, 1994).

Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2011).

Romli Atmasasmita, Masalah Santunan Korban Kejahatan, (Jakarta: BPHN, 2010).


Santrock, J. W, Psikologi Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, 2007).


Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2003).


Suryani, Hentikan Bullying, (Bekasi: Perjalanan Jiwa, 2016).

Syamsir Torang, Organisasi dan Manajemen : Perilaku, Struktur, Budaya dan Perubahan Organisasi, (Bandung: Alfabeta, 2014).


Tri Andrisman, Hukum Peradilan Anak, (Bandar Lampung: Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2011).


Umar Tirtarahardaja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000).

Journal:


Ayu Widya Rachma, "Upaya Pencegahan Bullying di LingkupSekolah", Jurnal Hukum dan Pembangunan Ekonomi, 2022.


Azwar dan Sari, "Fenomena Bullying Siswa: Studi Tentang Motif Perilaku Bullying Siswa Di Smp Negeri 01 Painan, Sumatera", Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, 2017.


Elsye YubiliaKeysinaya, dan Nuraeni, "Peran UNICEF Indonesia MenanganiPerundungan di Sekolah melalui Program Roots", JurnalSosialPolitik, 2022.


Evin Novianti, dan Duma LumbanTobing, "PemberdayaanKelompokRemajadalamPencegahanPerilaku Bullying di SMA X Baros Serang Banten", JurnalAbdimas UMTAS, 2020.


Farah Mutia, Almuhajir, dan Said Alwi, "Strategi KepalaSekolahdalamPenanggulangan Bullying di Sekolah", Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran, 2024.


Fitriawan Arif Firmansyah, "Peran Guru Dalam Penanganan dan Pencegahan Bullying di Tingkat Sekolah Dasar", Jurnal Al Husna, 2021.


Hasna Salsabila, Kaamilah Nurnazhiifa, Lara Sati, dan Husen Windayana, "Peran LayananKhususBimbingan dan Konselingdalam Mencegah Bullying di Sekolah Dasar", Aulad: Jurnal Sekolah Dasar Islam, 2021.


Nur Asiyah dan Nefi Darmayanti, "Strategi Guru Bimbingan dan KonselingdalamMenangani Korban Bullying di Sekolah", JurnalManajemen Pendidikan dan IlmuSosial, 2024.


RizkaFebrianti, Yogi Damai Syaputra, dan Tri Windi Oktara, "Dinamika Bullying di Sekolah: Faktor dan Dampak", Jurnal Konseling Pendidikan Indonesia, 2024.


RizqiWidyaningtyas dan Rochman Hadi Mustofa, "ImplementasiKebijakan Anti-Bullying SekolahAdipangastuti di SMAN 1 Surakarta", JurnalBimbingan dan Konseling, 2023.


Yunan, Ella, Kunthi, Brian, Bunga, dan Isfia, "Ketidaktegasan Lembaga Pendidikan dalam MemberikanPerlindungan Hukum Terhadap Kasus Bullying di LingkunganSekolah", JurnalFakultas Hukum Universitas Pancasila, 2024.


Yunan, Hartiwiningsih, Hari, dan Soehartono, "KeadilanRestoratif (Diversi): Suatu Upaya HarmonisasiPerlindungan Hukum Terhadap Anak TindakPidanaSebagaiPelaku dan Korban", JurnalKonferensiInternasional tentang Internasional Hukum, Ekonomi dan Kesehatan, 2020.


Yunan, Lisda, Siti, Henri, Cipta, Rury, dan Endra, "Penerapan Teori KeadilanBermartabat Dalam Kasus Korban PelecehanSeksual Yang MelakukanPencemaran Nama Baik Di Media Sosial", Jurnal Universitas Tarumanegara, 2022.

Internet:


Bullying, Antara Etika dan Hukum, Komnas HAM, (1 Oktober 2015), terdapat di situs <https:www.komnasham.go.id/ ndex.php/news/2015/10/1/210/bullying-antara-etika-dan-hukum>, diakses pada tanggal 15 September 2024.

Cara Membicarakan Bullying dengan Anak Anda, UNICEF, (1 Januari 2020), terdapat di situs <https://www.unicef.org/indonesia/id/cara-membicarakan-bullying-dengan-anak-anda#:~:text=Anda%20biasanya%20dapat%20mengidentifikasi%20bullying,ulang%2C%20dan%20ada%20perbedaan%20kekuasaan>, diakses pada tanggal 2 Januari 2025.


Data Kasus Perlindungan Anak dariPengaduanke KPAI Tahun 2023, Bank Data KPAI, (12 Desember 2019),terdapat di situs <https://https://bankdata.kpai.go.id/tabulasi-data/data-kasus-perlindungan-anak-dari-pengaduan-ke-kpai-tahun-2023> diakses pada tanggal 15 September 2024.


Konvensi Anak-anak: Versi Anak-anak, UNICEF, (Oktober 2018), terdapat di situs <https://www.unicef.org/indonesia/id/konvensi-hak-anak-versi-anak-anak>, diakses pada tanggal 10 Oktober 2024.

Materi Perpres No. 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, (6 September 2017), terdapat di situs <https://setkab.go.id/inilah-materi-perpres-no-87-tahun-2017-tentang-penguatan-pendidikan-karakter/>, diakses pada tanggal 10 Oktober 2024.

Pengertian Data, Fungsi, Jenis – jenis, Manfaat dan Contohmya, Telkom University, (14 Desember 2023), terdapat di situs https://telkomuniversity.ac.id/pengertian-data-fungsi-jenis-jenis-manfaat-dan-contohnya/, diakses pada tanggal 15 September 2024.

Pengertian Perlindungan Anak, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (November 2016), terdapat di situs <https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Perlindungan%20anak>, diakses pada tanggal 10 Oktober 2024.

Pengertian Sekolah, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1 Januari 2016), terdapat di situs <https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/sekolah>, diakses pada tanggal 31 Desember 2024.

Peraturan Perundang-Undang:

Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan terhadap Korban dan Saksi dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat, Lembaran Negara Nomor 6 Tahun 2002.

Indonesia, Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Lembaran Negara Nomor 153 Tahun 2012.


Indonesia, Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentangPerlindungan Saksi dan Korban,Lembaran Negara Nomor 64 Tahun 2006.

Indonesia, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Lembaran Negara Nomor 109 Tahun 2002.


Indonesia, Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentangPerubahanatasUndang-UndangNomor 13 Tahun 2005 tentangPerlindungan Saksi dan Korban, Lembaran Negara Nomor 293 Tahun 2014.

Indonesia, Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 atas Perubahan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Lembaran Negara Nomor 297 Tahun 2014.

Indonesia, Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Lembaran Negara Nomor 32 Tahun 1979.

Skripsi / Disertasi:


Larasati, "ImplementasiPerlindungan Hukum dalamProesesPenyidikan Anak SebagaiPelakuTindakPidana di Kepolisian Daerah Jambi", Skripsi Sarjana Universitas Batanghari, Jambi, 2023.


Muchsin, "Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia", Disertasi Magister Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2003.

Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum Bagi Investor di Indonesia, (Surakarta: Disertasi S2 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, 2003).


Rahayu, "Studi TentangPerlindungan Hukum Terhadap Barang BawaanPenumpang di PO. Rosalia Indah", Skripsi Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 2009.